Friday, April 30, 2010

BEAUTIFUL PART 8

Seby nggak peduli sekarang ini intensitas kemarahan Ibunya makin meningkat, dia juga nggak peduli sekarang ini Ozan jadi sering menggedor-gedor pintu. Ini dilakukannya demi mencapai tujuannya untuk berubah. sekarang ini Seby lagi berkonsentrasi memperbaiki kondisi badannya. Muka yang jerawatan, harus segera di libas. Dengan sedikit memaksa, ia meminta tambahan uang saku untuk membeli pembersih muka, bedak, dan berbagai krim untuk menjaga kebersihan wajahnya.

"Seby, itu uang cepet banget abisnya! kamu beli obat jerawat berapa banyak sih??" itu salah satu omelan ibunya. Seby cemberut. mana? kata iklan di tivi, obat jerawat ini bisa menghilangkan jerawat. kok pas dia pakai, nggak ilang-ilang sih? alhasil Seby menambah sedikit lebih banyak takaran dari yang di haruskan. Karena Seby makainya banyak-banyak ya obat jerawatnya jadi cepet abis. beli lagi, ya beli lagi deh.

"Jelita, kalau mandi jangan lama-lama dong!! gue udah telat nih" ini omelan Ozan sambil menggedor pintu kamar mandi. Seby cuek aja, dia akan menggosok setiap detail tubuhnya demi merontokan daki yang menumpuk di sela-sela badannya.
Nggak cuma itu doang, Ibunya Seby heran banget kalau jam lima sore, Seby udah masuk kamar mandi sambil menyincing handuk.
"Tumben banget itu anak sekarang rajin mandi sore" gumamnya tapi mau nggak mau, beliau tersenyum juga.
Yang bikin Ibunya heboh lagi, sekarnag ini dirinya tak perlu berteriak lantang untuk menyuruh Seby nyapu dan nyiramin tanaman. Karena sebelum di suruh, Seby udah standby di depan rumah dengan selang di tangannya. dan beberapa jam kemudian, rumah sudah bersih di sapu.

Ohya, pernah suatu malam. saat Seby lagi asik mengoleskan krim di wajahnya, Ozan dengan gaya senyum-senyum ada maunya, menghampiri Seby.
"Jelita, elo kan baik. elo itu adik gue yang paliiingggg baik" Ozan memejamkan matanya saat mengatakan kata paling.
"Elo juga pinter, apalagi sekarang ini elo tambah cantik aja, gue do-"
"Udah deh, mana PR lo!" tau-tau Seby sudah mengulurkan tangannya. Ozan meringis kuda.
"Hehehe...tau aja sih lo" dengan malu-malu tapi pasti, Ozan menyerahkan tumpukan buku kearah Seby.
Tanpa banyak berkomentar, Seby mulai mengerjakan PR Ozan. Ozan memperhatikan adiknya itu. "Kok elo tumben nggak protes? biasanya kalau gue suruh ngerjain PR, elo ngomel berentet ampe kuping gue soak, ngalahin suara knalpot bajaj yang sering lewat depan rumah"
"Itu karena gue baik, pinter dan cantik" jawabnya santai tanpa mengalihkan pandangannya dari tuags-tugas Ozan.
"Widihh...kata sapa tuh? ati-ati itu cuma rayuan gombal. elo jangan mau di rayu begituan ama cowok tengil. jangan mudah terjebak. ini gue kasih tau karena gue kakak yang care sama adiknya"
"Lha kan yang ngomong tadi elo" jawab Seby lagi dengan gaya yang sama. Ozan mendelik.
"Ha?"
"Itu berarti tadi elo abis ngerayu gombal dan elo itu cowok tengil" jawab Seby, masih dengan gaya yang sama.
***

Perlahan tapi pasti, jerawat-jerawat yang menjadi penghuni tetap wajah Seby, berangsur pergi. meski awalnya aneh, tapi Seby bertahan untuk tetap rutin membersihkan wajahnya. Ternyata hasilnya memuaskan. Seby jadi senyum-senyum sendiri kalau melihat wajahnya. Belum lagi sekarang dia sering luluran. wah pas awal luluran, banyak banget daki yang rontok. dan sekarang, kulitnya jadi lebih bersih dan halus. Dia harus rutin membersihkan diri karena tiap hari dia berkutat dengan asal polusi Jakarta.
Satu hal yang bikin Rio bingung, kenapa sekarang Seby ogah pulang naik motor bareng dia? hanya ada satu alasan yang menurut Rio nggak masuk akal.
"Kalau naik motor ntar muka gue kena debu, jerawatan lagi deh. gue naik angkot aja deh. kan di dalem tuh, udah gitu gue bisa pakai sapu tangan. oke!"
Rio bingung berat, semenjak beberapa minggu lalu saat Seby memutuskan untuk berubah, dirinya tak pernah "diajak" lagi sama Seby. sekarang ini Seby kemana-mana sendiri. mungkin dia hunting kosmetik atau apa gitu kali. Rio mencoba berfikiran positif aja. toh sekarang Seby jadi terlihat lebih bersih, nggak lecek kayak dulu lagi.

Nggak cuma wajah dan badan Seby aja yang sekarnag terlihat lebih bersih. tapi juga penampilan Seby berubah total. dia menanggalkan rok panjangnya, digantikan rok pendek, memakai kaos kaki putih panjang sampai sebetis, sepatu hitam yang tiap minggu di cuci [ibunya ampe sujud syukur ngeliat anaknya mencucui sepatu. akhirnya...], kemejanyapun di sulap menjadi lebih pendek dan kecil. Dasi sekolahnya yang selalu di pakainya dengan bangga, sekarang di masukin ke tas. di pakai kalau cuma ada rasia kelengkapan seragam. tentu saja bukan cuma Ibunya, Ozan dan Rio yang kaget dengan transformasi Seby ini. tapi juga teman-teman sekelasnya. jelas saja, ini kan perubahan yang kentara banget.
dengan bangga, Seby mengangkat wajahnya dan tersenyum bila tau reaksi terkejut teman-temannya.Kalau dulu semua orang ngeliatin dia karena dia saltum atau karena ada cabe di giginya, atau karena ada bekas odol di pipinya, sekarang mereka semua melihat kearahnya karena dirinya sekarang sudah berubah total. Nggak lagi rambutnya berantakan karena gag sisiran berhari-hari, nggak ada lagi Seby yang cemberut jutek dengan muka penuh jerawat. yang ada sekarang, rambut rapih di kucir kuda, poninya tersibak menampilkan wajahnya yang kini bersih dan cerah, dan cara berjalannya yang penuh pecaya diri. btw, cara berjalan ini dia pelajari dari Sheila loh. perlu waktu berhari-hari untuk memberanikan diri tuk berjalan seperti ini.
Setelah pede dan mempersiapkan segala hal, Seby lanjut melangkah ke tahap selanjutnya. yaitu mendekati Rama. ini adalah hal paling sulit! bagaimana bisa ia mendekati Rama, kalau baru liat sosoknya aja, Seby udah keringat dingin nggak karuan.
Ntar kalau dia nyamperin Rama, yang ada Rama bilang gini "Hah? sapa lo?" sambil menaikkan sebelah alisnya. malu berat kan!
Seby memutar otak.
"Langkah awal, dia harus tau siapa gue dulu" katanya mengetuk-ngetuk pelipisnya.
"Gimana caranya supaya bisa di kenal Rama?" Seby terdiam, dia berfikir keras.
"OH IYA! gue tau gimana caranya" Seby menggebrak meja. untung di kelas nggak ada orang, semua murid lagi pada keluar kalau jam-jam istirahat begini.
"Rama itu kan populer, mau nggak mau gue kudu jadi orang yang juga populer. biar dia tau kalau gue itu ada, jadi kalau gue ngedeketin dia, dia nggak bakal kaget"
TAPI....itu sama aja mustahil bukan sih? jadi populer?
***

Mungkin ini adalah mimpi atau ini cuma halusinasi penglihatan tingkat tinggi, karena di kelas sebelah, ada sekumpulan anak-anak cewek yang lagi asik cekikikan dan mengobrol seru, dan ditengah-tengah mereka itu ada Seby. HAH? beneran. Seby hadir disana. Seperti dengan cewek-cewek disana, Seby juga tak kalah asik. Dia tertawa riang bersama yang lainnya, menyondongkan badannya tuk ikutan nimbrung obrolan bersama mereka.

"Gila lo, Seb! nggak nyangka "

Read more...

Wednesday, April 21, 2010

BEAUTIFUL PART 7

Hari ini Rio absen mengantar jemput dirinya. Seby sih nggak keberatan, toh dia udah biasa pulang pergi sendiri. Baru beberapa hari nggak naik angkot, dia berasa udah lama banget nggak nungguin angkot di pinggir jalan kayak gini. Di kiri dan kanannya juga berdiri teman-teman satu sekolahnya yang juga nungguin angkot dan bus.
tumben banget angkotnya lama, sembari menunggu angkot, Seby jajan-jajan minuman dulu. maklum cuaca panas banget! tanpa sadar, dia udah minum banyak. Itu berakibat dengan kandung kemihnya. kalau kata Pak Tiro, kandung kemih akan penuh dan cairan di dalamnya mendesak ingin di keluarkan. Desakan itu di kirim ke otak dan munculah keinginan "pipis"
Pas banget angkot lewat di depan matanya, Seby malah kebelet pipis. dia bingung juga. apa dia langsung masuk angot aja tapi kan perjalanan masih jauh. apa dia kuat nahan pipis? atau malah ke sekolah dulu buat pipis, tapi kan dia udah nunggu angkot lama.
"AH, pipis dulu aja. daripada gue ngompol" diapun berlari terbirit menuju toilet. nggak peduli menyebrangi lapangan basket, ngerecokin para pemain basketnya. Di teriakin orang-orang yang kesenggol tasnya.

Seby pikir kelegaan orang-orang pas setelah pipis di tipi-tipi itu cuma bohongan. ternyata asli, nggak bohong. ini terjadi pada dirnya sekarang ini. bener-bener lega abis pipis. Seby ampe merem melek saking leganya.
Keluar kamar mandi, ia melewati begitu saja wastafel yang ada di depan toilet. disana ada tiga cewek yang lagi asik dandan. ketiganya melirik Seby sekilas lalu kembali sibuk dengan kegiatan mereka. Seby melenggang ringan keluar toilet.
Samar-samar di dengarnya suara dari arah belakang toilet.
FYI, di sebelah toilet ada lorong kecil yang nembus bagian belakang sekolah. Seby nggak pernah tau ada apa di bagian belakang sekolah karena dia sendiri nggak pernah kesana. liat lorongnya aja udah ogah, banyak pipa-pipa air dan AC. bikin suasana jadi agak berisik. tapi kali ini, suara yang di dengar Seby bukanlah suara air ataupun AC seperti biasanya. ini suara manusia. suara cewek dan cowok pula.
Seby menajamkan pendengarannya.

"Jadi maksud lo? gue..." itu suara cowok.
"Yel, udahlah. kenapa sih elo mau hubungan yang lebih? gue itu sayang sama elo. tapi ya itu tadi, cuma sayang sahabat. elo harus ngertiin gue" yang ini suara cewek.
Seby melangkahkan kakinya perlahan, memberanikan menyusuri lorong di samping toilet itu. suarapun makin jelas terdengar.

"Mel, gu-gue..." si cowok mati kata-kata.
Seby mencoba melongokkan kepalanya dari balik tembok. bisa ia lihat jelas wajah si cewek. dia adalah Melinda, anak IPA yang manis abis itu. tapi Seby tidak bisa melihat wajah si cowok. karena si cowok membelakanginya. kepala si cowok tertunduk. Melinda memandanginya dengan wajah iba.
"Iyel, sampai kapanpun elo akan tetap jadi sahabat gue. Dan nggak akan pernah berubah. sorry, gue nggak bisa nerima perasaan lebih lo itu"

Seby membulatkan matanya. Tunggu! apakah ini, apakah ia sedang menyaksikan adegan seorang cowok di tolak cintanya oleh si cewek? GOSH! hebat bener ini. Melinda nolak cowok. emang sih bukan berita heboh, tapi baru kali ini Seby menyaksikan langsung. biasanya kan dia cuma denger dari omongan teman-temannya doang.

Setelah mengucapkan kalimat tadi, Melinda melangkah pergi berlalu dari hadapan si cowok yang masih menundukkan kepalanya. Seby menahan napas. gawat! bisa kepergok si Melinda nih. Seby bersiap mengambil langkah seribu namun ow...ow...
"Ngapain lo disini?" tanyanya dengan tatapan tak suka. Seby menggigit bibirnya.
"Engg..." Ia menebar pandang berharap dapat alasan. Perhatian sang cowok teralihkan, ia membalikkan badannya ingin mengetahui mengapa Melinda berseru seperti tadi.
Seby melongo besar mengetahui siapa si cowok.
Nggak jauh beda dengan si Seby, si cowok juga sama syoknya. Meski sama-sama kaget, ekspresi mereka agak berbeda. kalau Seby melongo dengan mata melotot komplit dengan pikirannya yang nge-blank. kalau si cowok, kaget dengan gayanya yang cool dan pikirannya masih terisi.
Melinda menatap Seby tak senang, lalu pergi melewati Seby begitu saja. tinggalah Seby yang mati gaya ke-gap di samping tembok. si cowok menatap tajam Seby.
GLEK. mampus gue!
Seby tau banget cowok ini. Jangankan cowok ini, setiap orang yang moment di tolak cintanya lagi diintip tanpa izinpun pasti bakalan ngamuk. Berharap si cowok nggak ngamuk serem-serem, Sebypun memberanikan menatap si cowok.

AJAIB! si cowok cuma menatap Seby sebentar terus abis itu, jalan gitu aja melewati Seby. Loh? Seby menatap kepergian cowok itu dengan heran.
"Dia nggak marah?" gumamnya. Seby mikir lama, kenapa ya itu cowok nggak marah? kenapa juga Melinda nolak itu cowok? secara, seluruh isi Dinamika tau kalau mereka berdua itu akrab banget. dan WHAT? itu cowok suka sama Melinda? serius? Seby pikir, dia itu cuma cowok sok yang haha hihi doang tanpa kenal cewek. ternyata...
Seby tersadar sedang berada dimana dia. ia menatap berkeliling. dia masih di belakang gedung yang sepi dengan beberapa AC disana dan rumput--rumput gersang. Dan dia SEORANG DIRI.huaaa....
Secepat kilat, Seby berbalik dan pergi dari sana.
***

Seby duduk di jendela sore-sore begini sambil ngeliatin abang jualan es krim yang di kerubutin anak-anak kecil. Meski ia memperhatikan si abang, tapi pikirannya melayang jauh. Ozan yang baru pulang kuliah, timbul sifat jahilnya melihat sang adik lagi hinggap di jendela.
Dengan langkap pelan, ia menghampiri Seby. "DDUUUAAAAAHHH!!!" serunya sambil menepuk punggung Seby keras-keras. Seby hampir terjengkang jatuh dari jendela.
"OZAAAANNN!!!!! bego lo!" Seby menedang kakaknya.Ozan nyengir-nyengir hepi meski kena tendangan maut Seby.
"Lagian elo sore-sore begini ngelamun" Ozan mengikuti arah pandang Seby barusan. "Oh gue tau! elo naksir si abang-abang es krim itu ya? cie...prikitiw! gue bilangin ibu loh"
Seby kembali menendang kakaknya.
"Aduh, jadi cewek heboh banget sih lo! main nendang aja, kalau kena ini gue gimana. nggak bisa punya anak ntar gue"
"Biarin! abis elo songong banget. siapa yang naksir itu abang! elo kali, ngapain sih lo disini? udah sana, bau tau'! mandi gih" Seby mendorong-dorong kakaknya tuk menjauh. tapi Ozan tetap bertahan, ia tiduran di kasur empuk Seby.
"Kalau nggak naksir itu abang-abang, terus naksir sapa?"
Seby memalingkan wajahnya. entah mengapa, dalam hitungan detik, dalam kecepatan 1 detik per kilometer, ngalahin Valentino Rossi, wajah Rama langsung muncul di pikirannya.
"Tuhkan...muka lo merah. hayo, elo lagi naksir cowok ya? sapa emang? cowok yang dulu ke rumah itu ya?" Ozan bangkit berdiri dan mencubit pipi Seby.
"Ozan, sakit tau!" Seby menepis tangan kakaknya. "Nggak kok! gue nggak naksir Rio"
"Oh jadi namanya Rio" Ozan kembali rerebahan di kasur Seby. Seby mengangguk malas.
Ozan mengambil sebuah majalah dari atas meja kecil di samping kasur Seby. di bukanya majalah itu lembar per lembar. isinya cuma fashion doang dna iklan. ada beberapa tulisan dan berita, tapi beritanya nggak penting banget menurut Ozan.
Sembari kakaknya membuka-buka majalah, Seby kembali hanyut dalam pikirannya lagi.
Ozan mendongak menatap adiknya.

"Eh dia malah ngelamun lagi. kenapa sih lo? kesambet baru rasa lo!" Ozan mengibaskan majalan di depan wajah Seby. Seby terlonjak, tapi nggak mau nendang kakaknya lagi. ia memilih menghembuskan napas berat.
"Kenapa sih lo? aneh deh. PMS lo?"
Seby kembali menghembuskan napas berat.
"Jelita, elo tuh udah bau. Jadi nggak usah menghembuskan napas kenceng-kenceng gitu deh. tambah bau tau!"
Untuk ini, Seby nggak mikir dua kali lagi untuk menendang kakaknya.
"AW!!" Ozan mengelus-ngelus kakinya yang barusan di tendang Seby.
"Ati-ati kalau ngomongin PMS, cewek itu sensi banget kalau ngomongin PMS"
Ozan nggak peduli. Dia lebih peduli dengan nasib kakinya.
"Elo tuh kalau jadi cewek jangan galak-galak, ntar nggak ada yang naksir loh"
Seby terdiam. Lebih kearah terkejut dengan ucapan kakaknya.
"Emm...Zan, emang gue galak ya?" tanya Seby hati-hati. Ozan mendongakkan kepalanya, menatap adiknya bingung.
"Napa lo tiba-tiba nanya gitu? baru nyadar lo! elo tuh bukan cuma galak doang tapi jutek, lecek gitu mukanya. dandan dikit dong. kalau elo di kampus gue, elo dikira office girl tau!"
Seby sebenernya pengen banget nendang Ozan, ngelempar dia pakai pot bunga di samping jendelanya dan pengen nyubit Ozan ampe biru-biru, tapi semua itu cuma sebatas keinginan saja.
Ozan merasa bersalah karena asiknya jadi terdiam dengan wajah putus asa gara-gara ucapannya tadi. "heh, jangan diambil hati. gue cuma becanda kok! jelita, jangan nangis dong. ntar gue dimarahin ibu nih" Ozan bangkit berdiri dan menyenggol adiknya.

Seby menatap sungguh-sungguh kakaknya sebelumnya akhirnya ia berkata, "Ozan, gue kayaknya mau berubah deh"
Ozan balas menatap Seby dalam diam. Sesaat mereka saling pandang.
"Berubah? jadi baja hitam gitu maksudnya? jangan! baja hitam kan lalat. jijik tau!"
TOENG!
Seby memukul kepala Ozan.
"Aduh, elo tuh udah kuliah tapi nggak pinter-pinter ye! bukan itu maksud gue" Seby jadi gemas sendiri.
"Terus apaan? jadi jangan jadi baja deh. jadi emas hitam aja. eh, tapi emas mana ada yang item ya? emm" Ozan sibuk garuk-garuk kepala. Seby geleng-geleng kepala melihat kebodohan kakaknya.
"Udah deh, percuma ngomong ama elo. kagak nyambung! keluar gih sono dari kamar gue" dengan paksa Seby menggeret Ozan keluar dari kamarnya. ampe pake adegan melempar tas ranselnya Ozan tepat ke badannya segala.
diluar kamarnya, Seby mendengar samar-samar suara Ozan yang entah merintih atau bernyanyi "KEJAMMMM....OHHH KEJAMMM...KEJAAAMMM!!!!!"
***

Seby melempar senyum pada ibu-ibu yang barusan berpapasan dengannya. Udah lama banget dia nggak berangkat sepagi ini. biasanya kalau sama Rio, dia berangkat agak siangan karena kan nggak perlu nunggu angkot lagi. ini udah dua kalinya Seby pulang-pergi sekolah sendirian tanpa Rio. Seby sendiri nggak tau kenapa Rio nggak bisa main bareng dia lagi.

Seby melewati beberapa anak kampungnya yang lagi duduk-duduk di pangkalan ojek, yang rata-rata lebih tua dua tahun dari dirinya.
"Seb, kok baru keliatan sih?" seru sebuah suara, dari cowok yang pakai baju hitam lusuh.
"Masa? padahal gue belum kelar belajar menghilangkan diri loh dari Engkoh Ameh" celetuk Seby bercanada, merekapun terkikik geli.
""
"Ngelawak aja lo pagi-pagi. btw, kemaren kapan itu gue liat elo boncengan ama cowok. sapa tuh? cowok lo ya? kecil-kecil udah pacaran" kata yang berambut keriting.
"Auk nih! pantes aja abang lo uring-uringan mulu" cowok yang berbadan paling kecil sendiri menimpali. seby mengerutkan kening.
"Uring-uringan napa?"
"Ya dia uring-uringan karena elo udah punya pacar duluan. pan dia masih jomblo. kasian tuh abang lo. jangan di balap dong, ntar dia jadi bujang lapuk loh" terangnya lagi. Seby mengulum senyum tatkala terbayang wajah konyol kakaknya.
"Makanya elo cariin jodoh dong buat dia. udah ah gue sekolah dulu, telat nih gue kalau arisan mulu ama elo pada"
Masih sambil tertawa renyah mendengar usulan Seby, merekapun mengangguk.
"Ati-ati ya!"

Sebypun melangkahkan kaki melewati mereka siap menuju gang sempit yang di ujung gang itu dia masih melanjutkan jalan melewati bangunan tua tempat biasa ia bertemu dengan Rio.
Melewati bangunan tua itu, dia jadi keinget saat pertama kali bertemu Rio. kok bisa ya? dari banyak tempat di Jakarta, cuma tempat itu yang di jadikan Rio berteduh. dari sekian banyak orang di Jakarta, cuma mereka berdua yang berteduh disana.
Seby senyum-senyum sendiri mengingat kebetulan-kebetulan itu. Tapi nggak apa-apa, karena kebetulan itulah, Seby jadi bisa kenal sama cowok yang identik dengan jaket kulit, dan jam tangan hitam di pergelangan tangan kirinya. Bisa nebeng bareng, hemat ongkos, uang jajan jadi nambah, dan ada temen jalan. Jarang banget Seby jalan keluar sama temannya. paling pol juga nongkrong di pangkalan ojek sama orang-orang kampung tadi, atau mainan burung dara di lapangan tenis dekat jembatan sana bareng teman-teman kampungnya juga.
Pokoknya Rio membawakan angin segar bagi kehidupan pergaulannya lah. itulah mengapa Seby ingin memberikan kabar spesial pada Rio. Rio orang pertama yang akan di beritahukan bahwa dirinya ingin berubah.Itu cowok pasti bakalan kaget banget. Emm...mungkin orang kedua kali ya, karena sebelumnya dia sudah memberitahukannya pada Ozan. ah tapi nggak juga, Ozan nggak masuk hitungan. tetep Rio menjadi orang pertama yang akan di beritahukannya.

Setelah naik angkot, berkelok-kelok menelusuri jalanan Jakarta, macet-macetan, bejubel dengan penumpang lain ampe sempet nyium tas belanjaan ibu-ibu yang isinya terasi dan ikan asin, akhirnya Seby nyampe di sekolah.
Dari rumah dia masih kinclong, begitu sampai sekolah, keringat sudah membasahi poninya, bajunya udah agak lecek, tapi nggak apa-apa. toh nggak ada yang merhatiin.
Dengan cueknya, Seby melangkahkan kaki memasuki sekolah besar itu. sambil bersenandung kecil, ia memandang ke sekeliling sekolahnya.
JEP!
senandung kecil Seby yang agak sumbang mendadak berhenti setelah matanya beradu pandang dengan mata itu. Langkah ringan kaki Sebypun mendadak jadi seberat besi berton-ton dan akhirnya ia malah membatu di tempat. Orang itu juga tak jauh berbeda dengan Seby. keduanya sama-sama mematung di ujung koridor. Jarak mereka jauh, bagai Timur dengan Barat namun tatapan mata mereka serasa dekat sampai Seby bisa merasakan tatapan mata orang itu menusuk tepat di jantungnya.
GLEK!
Orang itupun berhasil mengendalikan dirinya. ia mengalihkan tatapan tajamnya dan melenggang menjauhi Seby. Seby menelan ludahnya lambat-lambat. Ini awal pertama kalinya ia bertemu orang itu setelah insiden kepergok di belakang sekolah kemarin. Dan ini kedua kalinya orang itu tetap diam menatap Seby tanpa kata-kata atau amarah yang keluar. Inipun menjadi keiga kalinya Seby berfikir kenapa itu orang nggak marah dengan dirinya padahal privasinya udah diintip tanpa izin.
"Seby, dia itu nggak marah, jadi tenang aja! nggak usha merasa bersalah gitu" katanya memberi kekuatan bagi dirinya sendiri dan iapun kembali melangkahkan kakinya menuju kelas.
***

Seby nggak nyangka kalau siang ini Rio nongol di depan sekolahnya. dengan motor yang sama, jaket kulit yangs ama dan jam tangan yang sama. Tanpa Rio membuka helm full face-nya, bagi Seby mudah sekali mengenali Rio. dari jauh aja udah bisa keliatan kalau dia itu Rio. sapa sih yang nggak kenal motor berisiknya Rio. biarpun berisik gitu, berguna tuh buat anter jemput Seby hehe...
"Loh, ngapain lo di sekolah gue?" tanya Seby heran.
"Jadi gue udah nggak di butuhin lagi nih?"
Seby tertawa pelan. "Bukan gitu. aneh aja! gue kira elo sibuk ama kerjaan elo, kok tau-tau nongol disini"
Rio berdecak lalu menyerahkan helm pada Seby.
"Gue lagi kosong nih. emang sih tadi pagi kerjaan gue bejibun, jadi kagak bisa nganter elo" Rio mulai menstater motornya setelah Seby sudah naik di jok belakang.
"Sibuk amat sih lo! emang kerja apaan sih lo?" tanya Seby penasaran.
Rio melajukan motornya perlahan melewati sekumpulan anak murid Dinamika yang lagi nongkrong di pinggir jalan.
"Kerjaan tuk mengejar cita-cita"
Seby terbahak mendengar jawaban Rio. "Bahasa elo kok tua banget sih!"
Rio tak menimpalinya, ia tetap berkonsentrasi menjalankan motornya.
"Emang apa cita-cita elo?" tanya Seby penasaran.
"Jadi arsitek"
Seby terdiam sesaat sebelum akhirnya ia mengomentarinya "Kayak gue masih kecil aja. dulu gue pengen jadi dokter, terus arsitek, terus polwan"
"Ya wujudin dong! jangan cuma cita-cita doang. kalau punya cita-cita ya kudu di wjudin" jawab Rio menoleh sesekali ke belakang.
"Gue juga tau diri kali. nggak mungkinlah! lagian itu kan cuma cita-cita anak TK, standar"
Rio manggut-manggut. "Seb, elo tuh masih muda tau. meski ini nasihat basi banget tapi bener deh, raihlah cita-cita lo setinggi langit. mumpung ada yang ngedukung elo"
"Elo apaan sih! omongan lo kok makin nggak jelas aja. gue masih SMA, cita-cita aja gue belum jelas mau jadi apa"
"Gimana sih lo! justru masih SMA tuh cita-cita kudu udah di pikirkan. mulai nyicil buat ngeraihnya" Rio berbelok di ujung jalan.
"Iya-iya, Pak! udah ah, bahas yang lain aja. btw, gue udah mateng untuk berubah mulai sekarang ini" beritahu Seby tepat di telinga Rio.
"Berubah? gimana tuh?" Rio menurunkan kecepatannya karena di depannya ada mobil yang lagi keluar dari parkiran bank swasta.
"Gue pengen berubah dari Seby yang sekarang. ya...kayak Sheila gitulah, biar gue bisa deket sama Rama"
CIIITTT!!!!
hampir aja Rio dan Seby nubruk itu mobil yang lagi mundur kalau nggak Rio cepet-cepet ngerem mendadak.
"Rio, pelan-pelan napa! itu mobil orang ntar lecet" Seby memukul Rio. dirinya sudah si pelototin sama satpam yang lagi bertugas memberi arahan pada si mobil.
Rio sementara tak menjawab omelan Seby,ia sibuk menggerakan setir, manrik gas dan menginjak rem untuk tidak beradu dengan mobil. barulah pas itu mobil pergi, Rio sudah melaju dengan kecepatan sedang, ia menimpali Seby "Elo sih bikin gue kaget. hampir aja nabrak kan tadi"
"Ye nyalahin gue! elo aja yang bawa motor nggak bener. SIM elo nembak ya"
"Enak aja lo! gini-gini gue selalu mengikuti peraturan yang berlaku tau. btw, kenapa lo mau berubah? sok-sokan aja sih lo, udah deh nggak usah mikir yang nggak-nggak, belajar yang bener, raih cita-cita elo"
Seby manyun "Ah...elo mah gitu banget. ini mungkin cita-cita gue dan gue akan meraihnya"
"Dasar Pe'a! masa cita-cita begituan? nggak bergengsi banget sih lo. hidup lo cetek banget"
Seby memukul helm Rio. "Biarin! daripada nggak punya cita-cita"
Riopun terdiam tak menimpali lagi.

Bisakah Seby mencapai tujuannya untuk berubah menjadi Seby yang berbeda? terus gimana nasib Seby dengan si cowok yang mergokin dirinya ngintip adegan si cowok di tolak si cewek? siapa sih cowok ini?? terus gimana tuh sama Jelita? baca aja di part selanjutnya dan selanjutnya, temukan jawabannya disana

Read more...

Tuesday, April 20, 2010

BEAUTIFUL PART 6

Seby mengulum bibirnya "Emmm..."
"Menurut lo kenapa?" Seby balik nanya. Rio menopang dagu.
"Mungkin emang elo cantik jelita gitu kali. tapi gag juga ah"
Seby mengetuk helm Rio. "Gue emang nggak jelita tapi gue cantik, nggak kalah cantik tuh sama Sheila"
"Sapa tuh Sheila?"
"Dasar dodol! waktu itu kan udah gue kasih tau. dia itu temen sekelas gue yang cantik banget, yang beruntung banget bisa deket sama Rama"
Rio ber-oh ria tanpa minat.
"Elo kalau ketemu dia, pasti suka deh. yakin! semua cowok tuh jatuh cinta sama dia"
Rio tak menanggapi. ia menarik gasnya karena lampu sudah menyala hijau.
Keduanya kembali diam, Rio berkonstrasi menyetir, Seby sibuk membayangkan dirinya ada di posisi Sheila. siapa sih yang nggak mau jadi Sheila? udah tajir, cantik pula. belum pernah Seby melihat Sheila di tolak cowok. ada juga dia dikejar-kejar cowok.
"Jadi cantik itu enak ya!"
Rio yang lagi konsentrasi jadi bingung dengan celetukan Seby."Maksud lo?"
"Jadi cantik itu pasti enak. semua orang pada suka, mau minta apa-apa pasti semua orang pada mau bantuin, bisa deket sama Rama"
Rio terkekeh geli. "Orang-orang kayak gitu tuh nggak penting. Selalu ngelakuin hal yang nggak penting, cuma buang waktu. dandanlah, belanjalah, ngegosiplah"
Seby manggut-manggut, emang sejauh yang ia tau, kakak kelasnya yang populer dan juga Sheila, selalu mengobrol asik bersama teman-temannya. dan rata-rata yang di obrolin itu tentang cowok kelas sebelah yang baru aja putus atau tentang cowok kuliahan yang mereka temui di cafe ternyata membalas senyum mereka.
"Udah deh elo nggak usah mikir yang macem-macem. belajar aja yang bener"
Seby berdecak sebal.
"Lama-lama elo tuh udah kayak bokap gue tau. nasehat muluuu..."
"Loh, emang bener kan nasihat gue. anak sekolah tuh ya kerjaannya sekolah"
"Ah, emang dasar elo tuwir, makanya omongannya kayak orang tua"

Rio berbelok setelah melewati jembatan. sekilas Seby melihat ada seseorang di bawah jembatan situ sedang menyodok-nyodok sampah memakai bambu galah panjang.
"Buset, itu orang ngapain? udah kurus masih aja bawa bambu gede. ampe nggak bisa di bedain mana bambu mana orang" komentar Seby.
"Hah?"
"Nggak...itu tuh tadi ada orang di bawah jembatan sono"
"Orangnya manis kagak?"
Seby mengerutkan kening. "Mana gue tau! napa? naksir lo?"
"Ya kagak! kalau manis, ati-ati yang elo liat itu bukan orang tapi si manis jembatan ancol hahaha"
Seby tersenyum kecut. "GARINKKK!!!!!" Rio terpingkal, untung aja nggak nabrak pejalan kaki yang lagi nyebrang.
"Jadi pengen ke ancol deh" celetuk Seby.
"Ngapain? keremu si manis?"
Seby mengetuk helm Rio sekali lagi. "Bukan dodol! pengen main aja. ke dufan aja, yuk! besok weekend. elo ada acara nggak?"
Rio mengerutkan alis tuk berfikir sejenak. "Eng...kayaknya ada deh"
"Yah payah lo! sok sibuk"
Rio masih mengerutkan alis, masih berfikir "Eng...gimana kalau besok aja pulang sekolah? lagian kalau weekend, dufan pasti penuh"
Senyum Seby mengembang seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan watt.
"Rio, elo emang pinterrr!!!!! mau bangetlah gue"
***

Mungkin emang udah di takdirkan bagi Seby dan Rio untuk ke dufan siang ini. Cuaca mendukung banget. mengingat cuaca sekarang-sekarang ini yang kadang pagi ujan, siang terang dan sore hujan lagi, mereka sih cuma bisa berharap eh ternyata malah nggak hujan. udah gitu Dufan nggak terlalu ramai. biasanya kan banyak anak-anak kecil,sekarang cuma ada beberapa anak kecil dan antrian nggak terlalu panjang.
biasanya pada weekend, mau naik pontang panting aja kudu ngantri berjam-jam.jangankan naik pontang-panting, untuk masuk ke dufan aja kudu nunggu luama dulu.

"Bener kata lo. enakan aps hari biasa, sepiii!!!" Seby merentangkan tangannya bebas.
"Rio gitu loh. mau naik apa dulu nih?"
Seby memandang berkeliling "Pokoknya bianglala ntar sore aja ya, biar bisa liat sunset. eng...halilintar yuk"
"Nggak mau pemanasan dulu? mau langsung yang ekstrim nih?"
Seby tertawa sumringah."eng, ekstrem lock dulu deh. yang deketan" Seby langsung menarik Rio uuntuk masuk ke baris antrian.
Nggak perlu menunggu lama, mereka udah ada di deretan depan dan siap duduk di kursi.
layar besar di depannya mulai menyala saat mereka memakai sabuk pengaman.
Sebuah cerita sebatang kayu, mengocok mereka semua. Seby berteriak-teriak bersama pengunjung lain saat kursi mereka bergerak-gerak mengikuti gerakan sang kayu. Sebatang kayu itu terjun dari air terjun yang tinngi, tempat duduk merekapun menungkik ke bawah. Seby memejamkan mata takut melihat tingginya air terjun. belum lagi saat kayu itu siap di potong, mereka jadi bergetar-getar kaya di gergaji.

Keberadaan mereka di studio ekstrim lock ternyata nggak kerasa. kayaknya cuma sebentar doang, tau-tau udah selesai aja. Seby dan Riopun melanjutkan perjalanan mereka.
"Alap-alap, yuk!" seru Seby lagi-lagi langsung narik Rio.

Nggak usah di ceritain gimana serunya mereka naik wahana ular itu. miring ke kanan, miring ke kiri, teriak-teriak ampe suara Seby serak. Rio udah nggak tau lagi abis ini Seby bakalan narik kemana. ternyata narik ke kora-kora.
"Seby, beneran lo berani naik ini?" Rio menatap ngeri. Seby mengangguk semangat empat lima.
"Kenapa? elo takut?? payah lo! ini tuh belum seberapa sama tornado"
"Elo mau naik tornado juga?" wajah Rio syok berat membayangkan wahana tornado yang kayak sate guling, di bolak balik begitu.
lagi-lagi Seby mengangguk dengan wajah sumringah.
"Tuh kora-kora nggak ngantri banyak. tumben banget" Seby jinjit-jinjit tuk melihat barisan depan.
Seorang cowok yang sepertinya Seby kenal, berdiri tak jauh di depan sana. Seby membatu dengan pipi merona.
"Rio, ada Rama. itu Rama!" Seby menarik-narik jaket Rio ampe Rio miring-miring.
"Itu ada Rama..My God!!! ngapain dia disini??" dengan excited, Seby memukul-mukul lengan Rio.
"Aduh, sakit tau! mana sih? mana?" Rio ikutan melongokan kepalanya mencari yang dimaksud Seby.
"Itu yang pake kaos ijo" bisik Seby dengan mata tak lepas dari Rama. Rio melihat seorang cowok memakai kaos ijo dan celana pendek. dari samping aja itu cowok udah keren, apalagi dari depan. pantes Seby naksir berat. Rama ternyata tak seorang diri, melainkan bersama tiga teman cowoknya. mereka asik bercanda ria haha hihi.
"Gih sono samperin, ngobrol kek. kan satu sekolah" usul Rio.
"Hah? elo udah gila apa? mana gue berani"
Rio berdecak,"Nggak gentle lo! katanya naksir. buktiin dong"
Mereka berdua berjalan pelan maju kedepan karena penumpang yang tadi udah naik Kora-kora, berangsung turun. digantikan oleh barisan depan yang siap naik.

"Menurut lo dia gimana?" tanya Seby dengan mata berbinar.
"Cakep kok. boleh juga selera lo tapi masa elo nggak mau nyapa" Rio melongokan kepalanya lagi menatap Rama tapi yang dia dapeti bukan sosok Rama yang lagi haha hihi tapi Rama dan teman-temannya, dan beberapa orang didepan sana sedang mengerubuti perahu besar kora-kora di sisi kiri.
"Eh, ada apa tuh? kenapa orang-orang pada ngerubut disana? kok nggak naik-naik sih? bikin kita nunggu lama aja. WOII....CEPETAN DONGGG!!! MAJUU, NGANTRI NIHHH" seru Rio meneriaki bagian depan.
Seby ikutan melongo karena penasaran.
"BENTAR DONG SABAR!! INI ADA YANG PINGSAN" seru sebuah suara di depan.
"Hah? pingsan?" Seby menaikkan sebelah alisnya. Baik Seby maupun Rio dan orang-orang di belakang mereka, pada jinjit-jinjit ingin melihat.
Ternyata itu seorang cewek yang mabok abis naik kora-kora. ada muntahan di sekitarnya, cewek itu jadi kayak orang teler. udah muntah, lemes pula. nggak bisa menggerakkan badannya. dan anehnya, orang-orang disekitar sana cuma ngeliatin doang. hanya ada dua orang temannya dan seorang petugas kora-kora yang membantu.
"Heh, bantuin dong! kasian tuh" gumam Seby.

Hanya bermodal nekat, Seby permisi-permisi, menyelinap maju kedepan. Rio kaget karena tiba-tiba Seby nyosor kedepan menembus barisan orang-orang di depannya.
"Seby, mau kemana lo?"
Seby tak menghiraukan. ia terus melangkah kedepan. Rio berusaha menyusul cewek yang masih pakai seragam SMA Dinamika itu. Bahkan Seby cuek aja pas ngelewatin Rama, Rio ampe heran. perhatian Seby terpusat ke cewek yang setengah pingsan itu.
"Woi, tolongin dong! jangan di liatin aja. kalian pada mau main kan. makanya tolongin biar cepet" kata Seby sembari menelisap.
Pas sampai sana, Seby langsung mengeluarkan tissu yang biasa ia bawa dari dalam tasnya. dengan tissue itu, ia mengelap badan si cewek yang kena muntahan.
"Mas, tolong angkat dong. kasian nih nggak bisa jalan" Seby memerintahkan si petugas kora-kora. awalnya mas-mas itu agak jijik dengan aroma si cewek, tapi dia mau juga ngangkat pas di desak Seby.
"Mbak, temennya tuh bantuin. ini tasnya" Seby mengangsurkan tas si korban yang ketinggalan pada salah satu temannya.
seorang petugas datang satu lagi membawa ember berisi air. muntahan yang bersisah di bangku kora-kora, segera di siram ama si petugas lalu di lap.
"HUUUU....MAKANYA KALAU NGGAK BISA NAIK KORA-KORA, JANGAN NAIK! KAMPUNGAN!!!" sorak penumpang yang lain saat si korban di bawa menembus kerumunan. Seby menatap kasian.

Begitu kora-kora bersih, baru deh penumpang yang lain pada berebutan naik. ampe Seby yang berdiri di dekat pintu masuk kedorong-dorong. Badan Seby bergerk-gerak bebas dari satu sisi ke sisi lain. Seby menggapai-gapai tangannya tuk mencari pegangan tapi yang ada malah mukanya ke pukul tangan orang, kakinya keinjek dan badannya nabrak tiang di belakangnya.
"Awww...." keluhnya tertahan. dengan sigap, walah agak terlambat, Rio menarik Seby menjauh dari pintu masuk.
"Udah yuk ah nggak usah naik ini. pada rese orangnya" kata Rio menarik Seby mundur tuk keluar dari barisan.

"Udah nggak mau nolongin, ngomel-ngomel doang, begitu udah bersih aja, pada berebut naik. wuu...mau enaknya doang!" keluh Rio saat mereka menjauh dari arena kora-kora.
"Kasian juga tuh cewek yang tadi. ampe lemes gitu" Seby mencium tangannya. bau muntahan!
"Rio, ke WC dulu yuk! tangan gue bau nih"
Rio pun setuju.
***

Rio terima pasrah aja pas Seby menarik tangannya kearah wahana Tornado. baru aja keluar toilet, tau-tau Seby udah semangat empat lima ngegiring dia melewati orang-orang tuk ikutan ngantri di Tornado.
"Seb, ganti yang lain aja deh. niagara aja deh. kan seru juga tuh, bisa terjun dari air terjun gitu. nggak papalah basah-basah dikit daripad-"
"Rio, gue maunya yang ini. ayo dong! seru kok, nggak apa-apa" Seby bersih keras menyeret Rio masuk dalam barisan. mau nggak mau, Rio ngalah juga. dia tengak tengok ke depan. antrian masih agak jauh sih, di belakangnya juga udah ada orang yang ngantri. sepasang kekasih sepertinya. abis mesra banget.
"Mampus deh! abis ini otak gue di kocok-kocok" batin Rio menggigit bibir.
"Seb, gue belum pakai asuransi nih"
"Nggak perlu asuransi, elo cuma butuh suara lo doang. ntar teriak kenceng ya! biar seru. duh, gue udah nggak sabar" Seby menjulurkan lehernya melihat seberapa panjang barisan.

Wajah Rio makin pucet. emang dasar dia lagi sial, antriannya tuh nggak panjang. cuma tinggal beberapa barisan lagi. Rio mendongakkan kepalanya, melihat para penumpang yang sedang di "siksa" di wahana Tornado. muter-muter, di bolak balik, kepala dibawh, kaki diatas. rambut mereka pada kebawah semua, taip herannya, mereka kok malah teriak kegirangan gitu. beberapa orang di depan Rio, yang juga lagi ngantri, malah ketawa-tawa, dan loncat-loncat nggak sabaran kayak Seby. dasar pada edan semua! di banting-banting gitu kok malah pada girang.
Pas banget Rio mendongakkan kepala, ia melihat langit berubah menjadi gelap. Daritadi emang udah agak mendung, tapi baru kali ini Rio liat langit udah gelap gitu. dan yang bikin Rio sumringah, gerimis mulai turun.

"Seb, hujan, Seb!" para kodok di kali, kini ada temannya yang ikut bersorak kegirangan.
Seby mendongak dengan wajah cemberut. "Yah...jangan ujan dulu dong, please!"
Rio menengadahkan telapak tangannya. gerimis emang masih kecil, tapi dia yakin sebentar lagi pasti jadi gerimis gede-gede dan hujan deras. Yes!
"Jadi gimana nih? udah mau ujan, yuk udah aja" Rio membujuk. Seby mendongak, menatap langit dengan harapan gerimis cepat berhenti. tidak hanya Seby saja yang khawatir akan turun hujan, tapi juga para penumpang lain yang lagi ngantri.
"Duh ujan lagi! gimana dong? udah ngantri gini" celetuk seseorang.
"Pake acara hujan segala. tadi perasaan cuaca oke-oke aja" kata sebuah suara lagi. Diam-diam Rio tersenyum senang.
"Rio, gimana dong? kita udang nanggung nih. bentar lagi giliran kita yang naik"
pas banget Seby bilang begitu, hujan mulai turun. Seby dan semua penumpang yang antri pada kelabakan.
"Ujan! ayo neduh" Rio dengan sepihak menarik Seby.

Benar saja. karena hujan, permainan tornado di hentikan. Seorang petugas sudah memberikan penguman kalau tornado di pending sampai hujan selesai. Rio agak lega juga sih, setidaknya nggak main tornado sekarang.
sembari menunggu hujan, Seby dan Rio berteduh disalah satu restoran fast food di dalam dufan. untung ada itu restoran tapi ada nggak untugnnya juga, karena itu restoran jadi penuh. para pengunjung berteduh disana semua.
Seby dan Rio makan camilan sambil melihat keluar. hujan emang nggak terlalu deras kayak waktu itu. Nggak ada geluduk dan angin kencang. cuma hujan normal.

"Seb, nekat aja yuk! bete nih gue disini. main niagara yuk" Rio mengaduk-ngaduk minumannya. Seby melirik keluar sekali lagi.
"Iya yuk. gue juga bete" Seby bangkit berdiri. mereka berduapun menembus hujan dalam jaket Rio menuju wahana Niagara.
"Jangan lari kenceng-kenceng dong. gue kehujanan nih" Seby menarik lengan Rio agar jaketnya tetap berada di atas kepalanya. Rio memperlambar langkahnya dan berusaha menjaga jaketnya tetap memayungi keduanya.
"Awas kepleset. licin tau!" Rio mendorong pundak Seby menggunakan sikunya agar tidak menginjak lumut di sisi kanan. Seby berhasil menghindar dari lumut itu, keduanya terus melanjutnya berjalan menembus hujan.
ternyata nggak cuma mereka berdua doang yang nekat, ada banyak orang yang juga nekat menembus hujan untuk menikmati arena permainan di dufan.
Begitu sampai Niagara, mereka langsung naik perahu kayu berisikan enam penumpang itu. beruntung banget mereka karena bisa langsung naik tanpa mengantri. mereka naik bersama empat orang lainnya. Meski keduanya nggak kenal sama keempat orang itu, tapi mereka kompakan teriak pas perahu mereka terjun bebas ke bawah.
"HUUUAAAAAAAA......."
BYUUURRR!!!!!
rambut, baju, muika, sepatu, ampe pakaian dalam mereka basah semua gara-gara kecipratan air yang muncrat.

Naik Niagara sekali doang rasanya nggak puas. tapi mau gimana lagi, kalau mau naik dua kali ya kudu antri lagi. mereka memutuskan memainkan wahana lain berhubung hari sudah semakin sore.
Hujan masih saja turun, tapi mereka tak lagi memakai jaket Rio sebagai payung.
"Udahlah nggak usah pakai jaket lagi, udah basah ini. nanggung! biar basah semua" begitulah alasan Seby.
Setelah Niagara, mereka menuju arung jeram yang bisa sekalian basah.
Nggak jauh beda dengan Niagara, mereka teriak-teriak juga. nggak peduli badan pada basah kuyup. sepatu udah nggak berbentuk, rambut Seby basah kayak orang abis keramas.
Sayangnya, abis basah-basahan tiba-tiba pas menjelang maghrib, hujan berhenti berganti dengan angin semilir. lengkaplah sudah rasa dingin hari ini.
"Buruan balik aja yuk. udah sore banget" ajak Rio. Seby mengibaskan bajunya yang basah.
"Tapi kan belum naik bianglala"
"Kapan-kapan aja deh. besok-besok kan bisa. sapa tau besok elo naik sama Rama"
Seby senyum-senyum sendiri membayangkannya.
"Bener juga lo. bentar, gue mau ganti baju dulu" Seby membuka tasnya dan mengambil sebuah kaos. Riopun juga ganti baju dengan kaos lengan panjang yang berbeda dengan kaos coklat yang tadi di pakainya.
Seby berdecak kecil melihat penampilan Rio.
"Kok elo cakep sih pas pakai baju ini" katanya heran, Rio senyum-senyum bangga membuat Seby menarik kembali ucapannya.
***

Seby merenung dalam kamarnya. Baru saja ia pulang kerumah, udah di ceramahin nyokapnya. apalagi kalau bukan karena dia pulang telat. tugas yang nyapu, nyiram tanaman dan yang di suruh-suruh ke warung udah nggak ada lagi. Ozan juga marah-marah karena dia menjadi sasaran atas semua tugas Seby. Tapi Seby merenung bukan karena itu. Bagi dia mah di ceramahin udah kebal. Masih untung ini nggak di tambahin ceramahan ayahnya. kalau di tambah ayahnya, komplit sudah ia dapat ceramah seharian full. untung ayahnya kerja di luar kota.

Bayang-bayang Rama di dufan tadi masih saja melekat di pikiran Seby. betapa gantengnya cowok itu. itulah yang membuat Seby merenung malam ini.
"Gue ini bego banget sih. kenapa gue nggak berani nyapa Rama? udah tau gue orangnya cemen, masih aja naksir dia" Seby mengetuk-ngetuk kepalanya.

Seby rebahan sambil mengibaskan rambutnya yang basah, berharap segera kering.
"Eng...gue harus gimana ya? sebenernya gue bukannya nggak berani tapi gue nggak pede"
Seby bangkit berdiri dan berkaca. "Gila, penampilan gue kampung banget. beda sama Sheila! nggak ada rambut ikal, yang ada rambut kusut yang udah kena tolak angin, balsem, keringet sama debu. nggak ada kulit mulus, nggak ada kuku terawat yang ada kuku yang abis digigit-gigit ampe kelihatan dagingnya gini. pantes Rama nggak ngelirik gue"
Kembali Seby merebahkan tubuhnya diatas kasur. dia menatap langit-langit dengan pikiran menerawang jauh.
lama...semenit dua menit...panggilan Ozan untuk makan malam nggak di hiraukannya. lima menit...hpnya bunyi juga nggak di gubris.
setengah jam...suara cecak mengisi keheningan kamarnya. Seby tetap membatu menatap langit-langit dengan beribu pikiran.

"Yap! ini udah pasti, gue harus berubah" katanya setelah terdiam lama itu.

bersambung....
gimana dengan rencana Seby? apa yang dimaksud dengan berubah?

Read more...

Monday, April 19, 2010

BEAUTIFUL PART 5

Napas Seby serasa terhenti. Dadanya nyeri nyut-nyutan, melebihi nyut-nyutan orang sakit gigi.Mungkin saat ini ia lebih memlih kejedot tembok, kejedot tiang bendera, atau kejedot Pak Muro yang genit itu. daripada harus kejedot pemandangan menyakitan didepannya ini.Mata Seby serasa panas, kakinya membatu. Ingin rasanya ia memalingkan wajah dan berlari kencang dari sana. tapi tidak bisa! seperti tersedot lubang hitam di angkasa, yang terus menerus menariknya walaupun itu sangat menyakitkan.

Rama memang tidak mengenal dirinya, merekapun memang tidak pernah mengobrol satu sama lain, jangankan mengobrol, meliriknya saja tidak. tapi perasaan yang dimiliki Seby, melebihi dari sekedar ngobrol bareng, ketawa bareng atau main bareng. Dalamnya perasaan itu, membuatnya sekarang ini terasa tertusuk sangat dalam saat melihat Rama tengah duduk berduaan dengan Sheila. Tawa Rama yang selama ini di nantinya, senggolan hangat Rama yang dari dulu diinginkannya. sekarang tengah di terima oleh Sheilla.
jantung Seby serasa jatuh kebawah, terkubur dalam di dalam tanah bersama Mumun. darahnya beku, sebeku mumi di Mesir sono.

Entah karena apa, Seby merasa ini bukanlah tempatnya. dengan sisa-sisa tenaga, ia melangkahkan kakiknya menuju kelas. Duduk sendirian adalah hal terbaik untuk saat ini. Ia ingin mengatur emosinya, tapi belum sempat ia menarik napas panjang, si cowok gondrong teman sekelompoknya menghampirinya dengan senyum angkuh seperti biasanya.

"Heh, Jangan pernah bilang sama Bu Amri. awas lo!"
Seby hanya diam. Seorang cowok tiba-tiba nongol dari balik pintu dan memanggil si gondrong.Sebelum pergi menghampiri temannya, si gondrong menoyor kepala Seby terlebih dahulu.
air mata Seby hampir saja menetes, kalau saja tangannya tidak segera menghapusnya.
"Jangan nangis, Seb! sabar..." Sebypun memulai ritualnya mengatur emosi.
***

Rio bingung dengan wajah Seby siang ini.Emang sih biasanya cewek ini jarang senyum, tapi nggak separah ini. Tatapannya kosong, jalna udah kayak mayat hidup, bibirnya kering dan rambutnya berantakan.
"Kenapa lo, Seb? abis kesetrum? tadi emang pelajaran apa aja? pas pelajaran elektro, elo ngelamun ya makanya kesetrum. makanya kalau pas pelajaran elektro, pake sandal jepit" meski Rio sudah bicara berentet, tetap saja Seby tidak merespon.

SMA Dinamika masih ramai, ada aja siswa yang belum pulang dengan alasan mau kerja kelompok dulu. padahal cuma nongkrong-nongkrong di warung depan SMA. Rio celingukan, entah mencari siapa atau mencari apa. setelah celingukan, ia menoleh kearah Seby yang berdiri mematung dihadapannya.
"Temen-temen lo happy-happy aja. kok elo lecek ndiri? napa lo? belum makan ya? gih yuk makan, gue juga belum" katanya dari balik helmnya. ia sengaja tak membuka helmnya, alasannya capek. heh? butuh berapa tenaga dan kalori sih hanya untuk membuka helm? makanya, Rio hanya membuka kacanya saja.

Seby mengangguk lemah. Seperti mumi, ia naik keatas motor. hampir aja dia jatoh keserimpet pedal kaki, tapi ia segera pegangan motor tuk menopang dirinya.
"Astaga! elo napa sih? nggak makan berapa hari lo?" tanya Rio.
Seby menepuk bahu Rio. "Yuk, ah berangkat! jangan cerewet"
Rio mendelik."Buset. meski lemes, masih aja galak. emang gue ojek!"

Sepanjang perjalanan, Rio tak henti-hentinya bertanya ada apa gerangan dengan Seby. tapi karena Seby diem mulu, akhirnya ia ikutan diam. Rio nggak tau Seby mau makna dimana, akhirnya ia mengajaknya makan di warung ketoprak tak jauh dari monas.
"Gih makan yang banyak biar nggak kayak ondel-ondel gitu jalannya" Rio menyodorkan ketoprak satu porsi.
Seby makan dalam diam, Riopun juga. bagi Rio, makan adalah momment terbaik. harus di nikmati dan di khayati.
Lagi enak-enaknya makan, tau-tau Seby nyeletuk. "Naik monas, yuk! gue belum pernah nih"
Rio berhenti mengunyah. Ia melirik jam tangan hitam di lengan kirinya, "Boleh-boleh" katanya menyetujui. ia kembali makan dalam diam, Seby memperhatikan Rio sesaat lalu kembali makan. kebetulan banget emang dia belum makan.

Kondisi Seby setelah makan, menjadi lebih baik. Jalan udah nggak kayak mumi, tatapannyapun ngga kosong lagi, tapi masih aja tetep diem. Nggak menggubris Rio yang ngoceh terus di sebelahnya. apalagi setelah mereka naik keatas monas. Wah...Seby cuma bisa senyum lebar dengan mata berbinar.
"Kalau malam lebih oke, Seb!" terang Rio.
"Emang elo udah pernah?"
"Udah dong. ampe kejebak di lift macet segala. kalau malam, lampunya lebih keren. wah, lo bakal heboh deh! itu bandara, kadang kalau malam masih ada pesawat yang nangkring, terus kota Jakarta itu kayak taburan permata berkilau di bawah sana"
Seby makin berbinar. "Bener? wah gue jadi pengen liat kalau malam deh"
Rio manggut-manggut.

"Jarang loh anak jaman sekarang mau berkunjung ke monas. mereka jaim. lebih suka ke PIM sono atau BP, atau ke SMS, paling mentok ya ke GI atau PS dulu yang deket sini" Rio melempar pandangannya luas ke depan, memandang kota Jakarta di siang hari.
Seby tertawa pelan mendengar komentar Rio.
"Gue nggak bakal menginjakan kaki kesono. tau kenapa? karena gue bukan anak gaul, Bro!" Seby bergaya "sok anak gaul" saat menyebutkan kalimat terakhir.
"Ohya? emmm" Rio meneliti Seby dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Iya sih kelihatan kalau elo tuh kuper"
Seby mendengus sebal. kuper? enak aja!
"Tapi gue kadang bete sama anak-anak sekarang yang sok gaul itu" tambah Rio kembali menatap Jakarta.
Seby mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa? gue malah pengen ngerasain gimana jadi mereka. elo tau nggak, ada tuh temen sekelas gue namanya Sheila. udah cantik, populer, gaul pula. semua cowok pada nempel sama dia"
Rio tertawa garing.
"Dia pasti rambutnya panjang bergelombang, rok pendek, kaos ketat kan? kadnag suka ngibasin rambutnya gitu"
Seby mengangguk semangat. betul banget!
"Heh, udah basi gitu mah!" Rio mencibir.
"Kalau elo sendiri gimana pas SMA? dari tampang lo sih, kayaknya elo udah nggak SMA lagi. udah tua ya lo"
Rio menoyor Seby.
"Sial lo! gue masih muda tau, cuma udah nggak SMA lagi. dulu sih gue termasuk jajaran cowok most wanted. semua cewek pada ngejar-ngejar gue tapi guenya aja yang nggak mau"
Seby memonyongkan bibirnya. "BOHONG BANGET! mana ada yang mau sama cowok cerewet kayak elo"
"Ye...nggak percaya! elo nggak liat apa kalau tampang gue ini tampan merajalela?" Rio menyisir rambutnya pelan dengan tatapan mata menggoda. Seby langsung terbahak ampe muntah-muntah.
"Huahahahaha....gue nggak doyan ama aki-aki! dasar tuwir lo"
Rio langsung mengkeret. "Gue belum tua, tau! dasar emak!"
Keduanyapun masih terus mengobrol asik sambil sesekali menimpali dengan pukulan dan toyoran. Pelan namun pasti, siang itu dihabiskan Seby bersama Rio. ampe pulang ke rumah, ibunya ngomel-ngomel gara-gara Seby telat pulang. bukan kenapa-napa, tapi karena di rumah nggak ada yang nyapu dan nyiramin tanaman depan rumah.
Dan sejak saat itu, Rio menjadi tukang ojek pribadi Seby. Si tukang ojek, eh maksudnya Rio, udah standby tiap pagi di bangunan tua itu.

Saat itu, di suatu siang pas Rio nganterin Seby pulang, keduanya berhenti di lampu merah. bukan untuk ngamen atau minta-minta apalagi jadi tukang jualan permen. tapi karena mereka adalah rakyat Indonesia yang taat dengan peraturan lalu lintas. menunggu lampu menyala hijau. meski kudu kepanggang di panasnya Jakarta beberapa menit.
"Seb, gue masih nggak ngerti nih kenapa abang elo manggilnya kok Jelita?"
Seby yang tadi lagi nyanyi-nyanyi pelan langsung berhenti nyanyi.
"Heh, kenapa? jangan bengong. ada orang nanya juga" Rio menoleh kebelakang, menyonggol Seby menggunakan bahunya.
Seby mengulum bibirnya. "Ehmm...."

Bersambung....

Read more...

Saturday, April 17, 2010

BEAUTIFUL PART 4

Seby masih nggak percaya kalau dia bisa sampai rumah dengan selamat. Bukan karena apa-apa, tapi karena Rio yang nganterin. Dia kira, Rio bakal membawanya membelok sebelum sampai gang rumahnya. dia kira Rio bakalan memberhentikannya di depan rumah pak RT dan melaporkannya sebagai terdakwa perusak bangunan kota. atau yang lebih parahnya, Rio bakal malakin pulsanya lagi dan kali ini lebih banyak. tapi ternyata tidak! terbukti sekarang ia berdiri dengan selamat sentosa tanpa ada kekurangan apapun, di depan rumahnya yang sederhana.

Mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya, Ibu Ira dan seorang anak laki-lakinya mengintip bebarengan dari balik tembok.
"itu Seby sama siapa ya?" tanya sang ibu. Sang anak mendelikan bahu masih terus menatap tajam kearah cowok itu.

Begitu Rio membuka helmnya, sang anak terperangan. "Gile! cakep bener!" gumamnya. iapun langsung melenggang keluar rumah.
"JELITA!!!! SIAPA NIH? CAKEP BENER!!!" serunya nyablak. Seby menoleh kearah kakaknya dan langsung menyeret kakaknya.
"Heh, toa banget sih lo! masuk gih sono" bisiknya.
"Iya...iya...yang lagi pacaran kagak mau di ganggu" godanya hendak masuk rumah tapi pertanyaan Rio menghentikannya.
"Jelita? bukannya nama elo Seby?"
Dengan senyum sumringah, Ozan siap menerangkannya. "Jadi, jelita itu hbmpphhh..." secepat kilat Seby membungkam mulut Ozan dan menyeretnya masuk kedalam rumah.
"Bentar ya, Rio!" kata Seby tersenyum kaku pada Rio yang keheranan.

"Aduuh....Jelita apaan sih lo! tangan lo tuh bau tau. abis megang apa sih lo? ngupil kagak cuci tangan ya? asin gitu"
"Elo tuh berisik banget tau! jangan malu-maluin gue. udah elo di rumah aja" Seby menutup pintu ruang tamu dan kembali menghampiri Rio.
meski sudah di kurung di dalam rumah, Ozan tetap mengintip, disusul ibunya yang tadi sempet ngumpet pas Seby masuk rumah.

"Gila, Bu! calon mantu Ibu ganteng banget"
Ibu Ira senyum merona merah. mendadak, di benaknya melayang gambaran saat ia melihat Seby dan sang cowok itu menikah. dengan gaun pengantin cantik serba putih, keduanya sungkem di bawah kakinya meminta restu. dan keesokannya sudah punya anak yang lucu. pipinya gembil, matanya mirip Seby, senyumnya mirip si bapak.
"KYAA!!!! Ibu nggak sabar mereka cepet nikah" serunya tertahan sambil merem melek. Ozan mendelik.
"Bu, baru calon, Bu! janga heboh gitu deh"
"Makanya kamu ke masjid sana, banyak doa, shalat jama'ah, minta sama Allah supaya adik kamu nikah sama dia. kan bangga punya adik ipar cakep"
Ozan tersenyum lebar "Asal nggak ngalahin ketampanan aku aja, Bu!"

Seby tak mengetahui kalau dibalik tirai itu ada dua orang yang lagi sibuk ngintipin dirinya dan Rio.
Seby merasa tidak enak dengan Rio atas adegan barusan ia menyeret-nyeret kakaknya.
"Sorry, tadi kakak gue!" Seby tersenyum malu. Rio tersenyum maklum.
"Elo punya kakak? wah asik banget dong! apalagi kayaknya kakak lo gokil gitu"
"Yah gitu deh. ada enaknya, ada nggak nya. elo punya kakak juga?"
Rio menggeleng pelan. "Anak tunggal, tanggul, tenggol. pokoknya anak satu-satunya"
Seby tertawa pelan. "Disayang banget dong lo! pantesan cerewet"
Rio mengerutkan alisnya "Emang ada hubungannya?"
"Eng...kayaknya sih nggak ada. udah ah, lupain aja! btw, makasih ya atas tumpangannya dan foto copy-nya. ntar gue ganti kok kalau duit bulanan gue udah turun"
"Nggak usah. anggap aja itu balasan pulsa kemaren. malah kayaknya kurang deh. ntar deh gue ganti dengan mentraktir lo. lebih nikmat tuh. daripada buat beli pulsa, buat apa? nggak bikin kenyang, nggak bikin pu-"
"Rio, cukup! iya, kapan-kapan elo traktir gue juga oke" Seby mengintrupsi supaya Rio nggak berbicara panjang lebar lagi.
"Oke deh gue balik dulu" Rio memakai helmnya dan mulai men-stater motornya.
"Tapi gue masih nggak ngerti sama jelita itu. gimana sih? nama lo Seby Jelita? keren juga tuh!" kata Rio masih belum juga menarik gas motornya.
"Udah deh sono pulang! nanya-nanya mulu. ntar kapan-kapan gue jelasin deh. sono!" Seby mendorong-dorong Rio agar menjauh.
"Iya, iya gue balik. btw, elo anak Dinamika kan? besok gue ada urusan di sekitar sana, mau bareng nggak? jujur, gue nggak tau jalan hehe"
Seby menghembuskan napas sambil memutar kedua bola matanya. "Iya deh terserah aja! gih sono pulang"
Rio menarik gasnya tapi Seby malah menarik jaketnya lagi untuk berhenti.

"Eh, tunggu...tunggu...tunggu..."
"Apa lagi? katnaya suruh cepet pulang"
Seby mendekatkan dirinya ke Rio. "Besok ketemuan di bangunan kemaren aja ya. jangan di rumah gue. oke!" jelas Seby. baru saja Rio ingin bertanya mengapa, Seby langsung mengancungkan jari telunjuknya. "Jangan banyak tanya kalau mau barengan"
akhirnya Rio cuma manggut-manggut aja. ia pun berlalu dari rumah Seby.

Seby berbalik masuk rumah tapi tatapannya menangkap sosok Dhea sedang di teras rumah depan. Seby mengerutkan alisnya. jangan-jangan itu cewek liat lagi tadi ada Rio disini.
tapi Dhea hanya tersenyum saja. senyum seperti baisanya yang selalu bikin Sebu sebal. nggak dengan semua orang di kampung ini yang menganggap senyumnya manis.manis dari hongkong? setau Seby, yang manis itu cuma gula, tebu dan sebangsanya. kagak ada tuh senyuman kok manis.
***

Bukan karena cowok gondrong itu, bu Amri memuji hasil tugas yang ia beliau berikan seminggu lalu. Seby berusaha menabahkan hatinya. sedangkan cowok gondrong disampingnya, terus saja mengumbar senyum.
"Tugas kalian mendapa nilai sempurna diantara tugas-tugas lainnya. saya tidak habis pikir, bagaimana bisa kalian mendapatkan tema yang lain daripada yang lain ini"
"Karena awalnya saya tidak tau temanya apa. yaudah saya pakai tema yang udah di depan mata aja. eh, kebetulan aja masih sesuai aturan" batin Seby menjawab. sedangkan jawaban si gondrong ini..."Ya, saya kan ingin berinovasi, Bu! syukur deh kalau ibu suka"
Seby ternganga. what? saya? itu gue yang ngerjain!!!! dia cuma modal suara doang alias marah-marah kalau tugas belum kelar padahal udah mendekati deadline.
Tapi sudahlah, toh dia juga kedapetan nilai ini.

Keluarnya dari ruang guru, si cowok gondrong itu langsung ngacir ke kantin. ya jelaslah sama teman-teman genknya. Seby memilih ke perpus di lantai atas. di koridor kakak kelas, ia meihat seorang kakak kelas yang dulu pernah satu angkot dengannya. nggak jauh beda kayak di angkot, di sekolahpun ia memalingkan wajahnya. Diam-diam Seby memperhatikannya. jadi beginikah penampilan para kakak kelasnya yang terkenal eksis? rambut panjang terkerai dengan anggunnya, wajahnya mulus dengan bedak dan lipgloss, seragamnya pas di badan dengan rok sedikit diatas lutut. jalannya pun harus mempesona. begitu sang kakak kelas melintasinya, aroma bunga mawar menusuk ke hidung Seby.
Seby menoleh, memandang terpesona para kakak kelasnya yang sudah melenggang menuju kantin.

BRUK. seseorang menabrak bahunya.

"Kalau bengong tuh jangan di tengah jalan dong!" omel cewek yang Seby tau dari kelas sebelah. cewek itu lalu pergi bersama dua temannya dan terkikik-kikik geli melihat reaksi kaget Seby.
Seby memutuskan kembali berjalan, tak memperhatikan sang kakak kelas lagi. kayaknya perpus emang pilihan yang tepat deh. disana nggak ada yang berisik, nggak ada para kakak kelas yang eksis, dan nggak ada si gondrong yang bawel. tapi disini juga nggak ada Rama. mendadak Seby jadi pengen melihat wajah tampan itu meski hanya sekali.
maka dari itu, Seby memberanikan dirinya tuk melangkah menuju kelas sang idola.
belum sampai kelasnya aja dia udah deg-degan, perutnya mendadak sakit dan tangannya berkeringat dingin.
ia berhenti, memutuskan untuk berbalik, membatalkan kunjungannya ke kelas sang idola.

"Nggak bisa! elo harus berani, Seby! jangan jadi pengecut. cuma lewat doang ini" batinnya. ia kembali melangkah, semakin ia melangkah, semakin dekat ia dengan sang kelas idola, dan semakin sakit perutnya. mendadak dia pengen pergi kebelakang. dia tidak bisa merasakan jantungnya ada di rongganya. entah ada dimana, berdekup menggedor-gedor dadanya minta di bebaskan.
Seby menarik napas panjang, dan dengan takut-takut menoleh ke kiri pas melewati kelas itu. ada banyak siswa di dalam kelas, tidak seperti kelasnya yang selalu kosong tiap kali jam istirahat. banyaknya siswa membuat Seby bingung mencari keberadaan sang idola. ia terus menoleh sambil terus berjalan.
DUAK!

apa yang terjadi dengan Seby?? yuk intip di part 5...

Read more...

BEAUTIFUL PART 3

Seby menelan ludah memandang ngeri raut wajah orang di hadapannya.

"ELO GIMANA SIH? ITU TUGAS KAN UDAH CAPEK-CAPEK KITA KERJAIN. BESOK UDAH DI KUMPULIN TAU!" cowok dengan rambut agak gondrong itu mengomel begitu mendengar berita yang dibawa Seby.
"Iya, gue juga tau kok besok udah di kumpulin. ta-"
"Nah kalau udah tau kenapa elo basahin?" potong cowok itu langsung. Seby mundur kebelakang sedikit karena kaget.
"Nggak gue basahin. kan udah gue bilang kalau kehu-"
"Tapi elo kan bisa berteduh dulu biar tugas kita gag basah. emang elo aja yang nggak becus bawa tugas. tau gitu gue yang bawa"
"Lha kan dulu gue udah ngusulin gitu. tapi elo bilang, ntar elo takut lupa bawa makanya elo nyuruh gue yang bawa" jawab Seby polos. cowok itu menggeram sebal.

"Pokoknya gue nggak mau tau! gimanapun besok itu tugas udah kudu selesai. dan elo cantumin nama gue sebagai pembuat juga di dalamnya"
Seby meremas roknya pelan.
"Eng....ok-oke deh"
cowok agak gondrong itupun berlalu. Seby menghembuskan napas lega. Dengan langkah berat ia masuk kedalam kelasnya.

Dengan sisa sisa semangat abis dimarahin teman satu kelompoknya, iapun membuka buku tebal dan mulai membacanya pelan-pelan. Waktu istirahat yang seluruh murid di kelasnya pada makan enak di kantin, kini hanya tersisah dirinya dengan kumpulan buku dan kertas-kertas.
"Ya Tuhan bantulah hambaMu ini!" ia pun mulai menulis.
satu kalimat, dua kalimat, satu paragraf, dua paragraf, satu lembar, dua lembar...

Seby merentangkan lengannya. tepat saat itu, bel tanda masuk kelas berbunyi. Seby memandang keluar jendela yang dimana murid-murid pada berjalan pelan menuju kelas masing-masing. dari banyak siswa, tatapan mata Seby jatuh pada satu sosok yang sudah seminggu, eh salah sebulan mungkin, atau setahun ya? pokoknya sudah beberapa lama ini menghantuinya.

Dada Seby berdebar saat melihat sosok itu tersenyum. Meski bukan tersenyum kearahnya, itu cukup membuat Seby berkeringat dingin. meski tidak melambai padanya, melainkan pada Sheila, teman sekelasnya yang juga cantik abis, tapi cukup membuat jantung Seby berdekup rasanya mau meledak. meski bukan bercanda gurau dengannya, tapi malah sama teman-teman se-genk nya yang juga cakep-cakep, tapi itu cukup membuat Seby panas dingin.

"Heh," sebuah gebrakan di meja mengagetkan Seby dan dengan singkat pandangannya beralih dari sosok tampan itu.
"Gimana tugasnya? tadi Bu Amri udah nanyain" kata cowok yang agak gondrong itu. pengen banget Seby narik poninya yang panjangnya ampe alis itu. KAGAK SABARAN AMAT SIH!
"Lagi on the way kok"
"Makanya naik pesawat biar nggak on the way mulu" katanya ketus lalu beranjak menuju mejanya sendiri. Seby mendengus sebal.Terbesit pertanyaan mengapa dia harus satu kelompok dengan cowok menyebalkan itu. cuma menang gaya doang! tapi otak kosong. kayak Rama dong. udah ganteng, jago ngedrumm,pinter kimia, baik, ngajinya juga oke. Gara-gara melihat sosok Rama tadi, sepanjang pelajaran Seby terus terusan mikirin Rama.

"Seandainya gue cakep, tajir, seksi kayak Sheila. pasti gue bisa deket ama Rama" Seby mendesah melas. "Jangankan itu! sapa sih yang kenal gue? seluruh isi Dinamika nggak akan tau gue murid sini kalau gue nggak pakai seragam ini"
***

Siang ini tak seperti kemarin. berbeda 180 derajat. tak ada lagi hujan deras, tak ada lagi geledek yang memekakkan telinga. yang ada hanya teriknya mentari dan panasnya hawa. Rio tak henti-hentinya mesen es teh dari penjual pinggir jalan. sarung tangan yang dipakainya menolong banget. kalau nggak, dia bisa gosong.Belum lagi asap knalpot Jakarta. wah, hebat deh! karena capek setelah keliling Jakarta seharian, ia memutuskan berhenti di salah satu warung tenda untuk sekedar minum es teh. sejauh ini udah tiga botol.
"Bang, satu lagi ya!" katanya setelah botol ketiga habis. Dengan sigap dan tak mempedulikan rasa heran, si Abang mengambilkan satu botol lagi. dalam satu sedotan, itu teh udah berpindah ke dalam perut Rio.

Pas lagi asik-asiknya ngaso, sekilas Rio melihat sosok yang di kenalnya sedang berdiri di toko sebelah. tepatnya toko foto copy-an. segera saja Rio berdiri dan keluar warung untuk menghampiri sosok itu.

"Hoy, Mak! kok ada disini sih?" serunya sambil menepuk punggung orang itu.
Orang itu terperangah kaget.
"Elo? lagi? ngapain lo disini? ngikutin gue ya?" rentet orang itu.
"Ye...ngapain gue ngikutin elo. ntar gue ikutan di tuduh ngerubuhin pintu rumah orang lagi"
orang yang ternyata Seby itu raut wajahnya berubah jadi kaget campur takut. ia menatap tajam Rio.
"Jangan ember ya jadi orang. lagian kan itu rumah nggak ada yang punya" Seby tetap membela diri.
"Oke...oke...gue bakal tutup mulut. tapi ada bayaran tutup mulutnya.gimana?"
Seby menatap Rio yang senyum-senyum sambil memainkan kedua alisnya.
"Cih...elo tuh ya! bakat banget jadi pemeras. udah ngabisin pulsa gue masih aja minta imbalan ke gue. siapa sih lo? gue laporin kantip loh"
"Elo kira gue banci. pake kantip segala. jadi gimana? gue saksi yang hidup loh. lagian gampang kok nemuin kantor RT atau mau ke kelurahan aja?"
Seby langsung membulatkan matanya. "Jangan! oke deh. ntar gue kasih imbalannya. tapi jangan berat-berat ya"
Rio tersenyum menang."Gitu dong! ntar deh gue pikirin dulu imbalannya apa. btw, ngapain lo disini? pulang sekolah bukannya pulang malah ngelayap"
"Ngelayap? sapa yang neglayap. ini nih gara-gara ujan kemaren, tugas gue ancur semua. untuk mengantisipasinya, gue foto copy perbanyak aja. pinter kan gue!" Seby tersenyum bangga.
"Tetep aja kayak emak-emak. gue kira elo tadi emak-emak. untung elo pak-"
"Pake seragam! udah deh sono lo! ganggu ketenangan hidup gue aja" Seby beranjak mendorong pintu toko foto copy. Rio tersenyum geli.

"Bang, semuanya berapa?" tanya Rio. si abang ngitung-ngitung dengan kesepuluh jarinya. dengan sabar, ia menanti abangnaya selesai ngitung dan memberinya duit kembalian. saking sabarnya, ia sudah melihat Seby keluar dari foto copy-an dan berjalan menyusuri trotoar, berjalan menjauhi dirinya. mungkin itu adalah jalan pulang, pikir Rio. tatapan Rio mengikuti tiap langkah Seby. udah kayak orang dikejar tuyul pake baju badut, itu cewek SMA berjalan dengan langkah panjang-panjang.
"Jangan-jangan dia cewek jadi-jadian" gumamnya heran melihat cara berjalan Seby yang nggak ada anggun-anggunnya sama sekali.

Beberapa kertas di tangan Seby, yang hendak dimasukannya kedalam tas, tiba-tiba pengen terbang dari genggamannya. dengan sigap Seby mengulurkan tangannya, jangan sampai itu kertas terbang di tiup angin dan jatoh di selokan atau di jilat anjing. Karena Seby terlalu panjang mengulurkan tangannya, badannya jadi mencondong ke kanan, sebuah bajaj yang ngebut ngejar setoran, nggak sengaja nyium lengan Seby.

Bukannya ngedapetin kertasnya, dia malah berputar-putar akibat kesenggol bajaj. udah muter-muter, jatoh pula, dan beberapa lembar kertas ditangannya berhamburan terbang. Sebagian jatoh di kepala, sebagian jatoh kedalam bajaj yang langsung ngacir gitu aja, sebagian lagi berakhir di selokan. ada yang nyangkut di daun-daun tajam.
"AW!!"

Rio yang menyaksikan dari jauh, langsung bangkit berdiri dan berlari menghampiri Seby. si abang tukang jualan teriak-teriak manggilin Rio lantaran uang kembaliannya belum disambut Rio.

"Seby, elo mabok ya? jalan bisa jatoh gitu" Rio menyambut lengan Seby tuk membantunya berdiri. "Anak SMA udah mabok. mau jadi apa lo ntar gede? kan kemaren udah gue bilang kalau anak SMA itu belajar yang rajin, dengerin penjelasan guru, patuh sama nas-"
"GELO! gue itu di serempet bajaj! bukannya jatoh. otak gue juga masih lengkap. kiri dan kanan, masa iya gue jatoh sendiri. ADOOOOWWWWW!!!!"

Seby berteriak kesakitan saat tangannya yang luka di pegang Rio. Rio ampe kaget denger teriakannya.
"Sorry...sorry...gue nggak tau kalau itu sakit. elo kagak apa-apa? nggak elit banget sih jatoh keserempet bajaj"
"Masih mending di serempet bajaj. coba kalau mobil" Seby meniup-niup lukanya.
"Kalau mobilnya ambulance kan sekalian"
Seby menendang Rio. "Maksud lo???!!!"
Rio meringis kesakitan.

"Udah deh, elo gue anterin pulang aja. daripada elo keserempet lagi" kata Rio berbaik hati.
"Ogah ah! iya kalau elo orang baik-baik. lagian gue bisa kok pulang sendiri. kalau gue keserempet lagi, gue bales serempet itu orang yang nyerempet gue" jawab Seby sambil memunguti kertas-kertas tugasnya.
"Yaudah kalau gag ma-"
"HUAAAA!!!!! TUGAS GUEEEEEE!!!!!" seru Seby histeris membuat beberapa mata orang yang lewat pada melotot kaget. orang yang naik motor, yang cuma lewat mak-wes aja ampe noleh, sopir angkot juga langsung tancap gas, nggak jadi berhenti menawarkan angkotnya pada Seby. kaki Rio ampir masuk got saking kagetnya.
"Astaga ini anak! elo tuh bisa bikin gue jantungan tau. gue kira apaan" Rio ikutan menatap kedalam selokan.

Wajah Seby syok berat. terbayang-bayang wajah teman sekelompoknya yang lagi marah-marah. udah gitu rambut gondrongnya berdiri tegak saking marahnya.
"mampus gue! aduhhh...tugas gue!" Seby hanya bisa menatap miris tugasnya tanpa bisa berbuat banyak.
"Tenang dulu! sini sini," Rio menarik Seby menuju warung makan tempatnya minum es teh tadi.
"Elo duduk dulu disini. tunggu bentar! gue foto copy-n tugas elo. mana yang kudu di foto copy?" Rio mengulurkan tangannya. Seby yang syok, menatap Rio cengoh.
"Ye...malah bengong. mau gue foto copy-in gag?"
meski masih agak bingung, Seby menyerahkan tugas-tugas versi asli yang tadi jatoh ke selokan untuk di foto copy lagi. Rio berlalu, berjalan menuju toko sebelah. wajah Seby masih saja syok mengingat tugasnya di dalam selokan sana.

Tugas Seby mungkin bisa terselamatkan. tapi apa besok tugasnya akan selamat di tangan Bu Amri? belum lagi teman sekelompoknya yang galak abis. terus bisakah Seby memperjuangkan cintanya pada Rama? lalu bagaimana dengan uang kembalian milik Rio [ah ini mah buat gue aja]ohya, kita belum bahas tentang si jelita ya? kejutan itu masih akan tetap ada kok.
okelah kalo begitu, sampai bertemu di part 4...

Read more...

Friday, April 16, 2010

BEAUTIFUL PART....

Maaf para pembaca tercinta, sebelum kita memasuki gerbang BEAUTIFUL PART 3, kita harus melewati perbatasan dulu. mari kita simak PART kedua dulu yang masih berlanjut...

Gluduk kenceng tiba-tiba menyambar, membuat Seby terlonjak mundur.
BRAKKK...
Saking kagetnya, Seby menabrak pintu kayu yang sudah rapuh itu. Jatuhnya pintu, membuat bukan Seby doang yang kaget, tapi juga Rio. keduanya menoleh kebelakang, menyaksikan pintu malang itu tumbang dengan slow motion.

Mulut Seby membulat, sama bulatnya dengan kedua matanya.
Rio terbelalak dengan kedua alis naik keatas.

"Widiihhh....perkasa juga ya lo! pintu ampe ambruk gitu cuma elo senggol doang," gumam Rio lirih. Seby menelan ludah.

Untuk beberapa saat keduanya mematung memandangi pintu yang udah roboh itu dengan serpihan-serpihan kayu di sekitarnya. Seby mendongakkan kepalanya, di hadapannya terbentang ruangan luas yang gelap dan kosong. Ini toh isinya bangunan tua yang selama ini ia lewati tiap pulang sekolah?

"Glek," Seby kembali menatap pintu malang itu.
"Mending elo lapor RT terdekat deh," usul Rio membuat Seby melirik tajam. "Eit, kenapa ngelirik gue gitu? ya elo emang harus lapor sama RT, ini kan bangunan di daerah sini. kudu tanggung jawab lo! udah ngerusakin rumah orang"
"Ini tuh rumah kosong tauk!" cibir Seby sebal.

Seby memandang hujan di hadapannya. meski masih deras, geledeknya udah nggak seserem tadi. "Ah, gue nekat pulang aja kali ya! toh tugas gue udah basah ini. daripada gue disini, di recokin ama cowok rese ini"

Baru saja Seby siap beranjak pergi, Rio berseru "HEH, mau kemana lo?"
Seby menghentikan langkahnya. "Pulanglah!"
"Pulang? enak banget lo! tanggung jawab nih pintu. nanti di kira orang-orang, gue yang ngerusakin lagi,"
Seby mengerutkan alisnya. Ini kan bangunan kosong, buat apa dia tanggung jawab? lagian mau tanggung jawab sama sapa? nggak ada pemiliknya!
"Auk ah! nggak ada yang punya tau! jadi nggak bakal ada yang marah," jawab Seby cuek dan siap melangkah. Rio segera menarik tangan Seby.
"Nggak bisa! biar gimanapun ini tuh sebauh bangunan yang udah di bangun sama orang dengan sepenuh harapan dan kerja keras. tanggung jawab dong! gue laporin nih sama orang sekampung"

Seby terkejut. "Bener-bener edan nih cowok!" batinnya.

"Gini aja deh, terserah elo mau ngapain tapi gue mau balik. badan gue udah basah semua. Dingin! tugas sekolah gue juga banyak. besok gue kudu masuk pagi-pagi. Kalau gue kudu tanggung jawab, gue pasti akan lakuin tapi ke siapa? kasih tau gue kalau elo tau"

Rio terdiam dengan mimik sedang berpikir. "Iya juga ya. Tanggung jawab ke sapa ya?" gumamnya. Seby menghembuskan napas. Sabar...Sabar...

"Yaudah deh elo pulang sono. Belajar yang bener! jangan pacaran mulu, dengerin kata guru sama orang tua. Jangan malu-maluin bangsa ini. Jangan ikut-ikutan orang atas sono yang pada korupsi, tukang boong dan tukang palak. Jadi cewek jangan gampangan. Apalagi el-"

"oke! makasih atas nasehatnya!" potong Seby langsung. ia pun segera berlari menembus hujan sambil memeluk tasnya erat-erat. Sekilas Rio tersenyum memperhatikannya.

Rio mengeluarkan sebuah benda dari balik saku celananya. HP keluaran terbaru itu sedikit basah namun masih bisa berfungsi dengan baik. Di tekannya sebuah nomer.
"Bar, tolong sms-in nomer yang tadi dong. Cepet ya! mungkin setengah jam lagi gue sampai sana. oke! thanks anyway,"

Rio menatap pintu di belakangnya yang sudah rubuh dengan tatapan penuh maksud.
"Seby ya?" gumamnya mengetuk-ngetuk LCD hpnya. beberapa detik kemudian, sebuah sms masuk menampilkan deretan angka yang mampu membuat Rio tersenyum lebar.

Huweeeiiitttt.....ada apa dengan RIO? kok dia senyum-senyum nggak jelas gitu ya? tunggu di part 3 aja ya...karena saya mau bercerita sebentar tentang seseorang yang di panggil Jelita.

Jelita menghempaskan badannya diatas tempat tidur berukuran sedang itu. I memejamkan matanya sejenak. Suara samar-samar hujan di luar menelisik masuk ke telinganya. Ia melirik tumpukan buku di atas meja belajar yang berdiri tepat di samping kasurnya. melihat tumpukan buku itu, segera membuatnya untuk menghubungi sseorang. Tapi baru saja ia ingin menelpon, seorang cowok sudah masuk menerjang kamarnya.

"JELITA!!!!! baru pulang lo?" serunya memekakkan telinga. Jelita terlonjak bangun.
"Dasar toa lo! apaan?" Jelita melemparkan sebuah bantal kecil kearah cowok yang memiliki warna mata yang sama dengannya.

"Bantuin gue ngerjain matematika dong!" cowok itu mengambil duduk di kasur Jelita dan dalam hitungan detik, kasur itu sudah di monopoli olehnya.
"Bantuin? bilang aja elo nyuruh gue ngerjain tugas elo,"
cowok itu meringis. "Yap! tolong ya! ntar gue kas-"
"Nggak usah janji-janji deh! udah mana PR lo?" Jelita menyodorkan tangannya. cowok itu bangkit dan langsung menarik Jelita dalam pelukannya.
"YA AMPUN JELITAAAA!!!! ELO EMANG ADIK TERBAIK GUE!!!" dengan semangatnya, cowok itu memeluk Jelita dan menggoyang-gooyangkan ke kanan ke kiri.
"OZAN, GUE BISA MATI NIHH!!!!" seru Jelita memukul-mukul lengan kakaknya yang kerempeng.
Ozan-pun melepas pelukannya dan ia beranjak berdiri.

"Ohya, elo tadi disuruh ibu buang sampah tuh, abis itu suruh beli tepung di warung depan!" katanya lalu beranjak pergi.
Seby menghembuskan napas berat. "Hidup gue kok cuma di suruh-suruh mulu sih!!" gerutunya sambil beranjak berdiri dan berjalan malas keluar kamar.

Udah hujan, masih aja disuruh ke warung depan. Seby berjalan serampangan di bawah payung kembang-kembang milik neneknya.Begitu sampai warung, ia segera membeli apa yang di pesan Ibunya. ternyata Bira bohong. Katanya suruh beliin tepung doang, Tapi ini dari segala jenis bumbu dapur di suruh beliin semua. ampe Seby kerepotan bawanya. Abang-abang tukang bangunan yang lagi nongkrong di dalam bangunan yang baru setengah jadi, ampe keheranan dan ngedoain supaya belanjaannya nggak jatoh semua.
"Neng, abang doain semoga belanjaannya selamat ampe tujuan ya!" serunya dari dalam bangunan. Seby manyun sebal.

Begitu sampai pagar rumahnya, seorang cewek seumuran dengannya yang tinggal di depan rumahnya, berseru menyapa. "Wah, ngeborong nih!"
Jelita hanya tersenyum tipis.

Ibunya sudah menanti di teras depan, ikutan nimbrung menjawab sapaan cewek depan rumah itu. "Iya nih, dek Dhea. Kan jarang banget anak cewek satu ini di suruh. sekali-sekali cewek harus mau di suruh belanja. kamu lagi apa? hari ini nyoba masak apa lagi nih? Tante boleh nggak nyicipin?"

Seby dengan muka di tekuk masuk kedalam rumah tak mempedulikan obrolan antar tetangga itu.

Beberapa saat kemudian, Ibunya masuk kedalam dapur menghampiri Jelita.
"Tuh, tadi Dhea cerita baru masak Se...se apa gitu. nama masakan Eropa. pinter lo! mbok kamu itu belajar sama dia. cewek-cewek harus bisa masak. ini boro-boro bisa masak, suruh belanja aja ogah,"
Seby makin menekuk wajahnya.

Sambil mengeluarkan semua bahan yang baru saja ia beli, di pikirannya melayang-layang adegan saat ia sedang berkutat dengan alat penggorengan dan teman-temannya. Dengan gaya ala chef farah Queen, Jelita menggoyang-goyangkan penggorengan isi cah kangkung. Jengkol segede-gede batu, berterbangan lincah dan bercampur bersama kangkung saat ia menggoyangkan penggorengannya. Dhea mah kalah jauh!

"Heh, ngelamun aja! udah gih sana nyapu dulu," Ibu menepuk bahu Jelita. Kalau ada termometer mood, saat ini termometer Jelita yang tadinya diatas, mendadak langsung turun ke bawah.

Gimana? udah baca kan tadi sekilas tentang Jelita? mau tau lebih lengkap lagi tentang Jelita? lagian apa sih hubunganya Jelita dengan kisah sebelumnya, yaitu kisahnya Rio dan Seby? terus ada apa dibalik senyuman Rio? terus...terus...
Daripada bertanya-tanya, tunggu saja di part 3. akan ada kejutannnn....^^


Read more...

Thursday, April 15, 2010

BEAUTIFUL PART 2

"Pulsa?"

si pengendara motor itu nyengir kuda.

"Sebenernya sih saya butuh jas hujan, Mbak! tapi kalau mbak mau ngasih pulsa juga oke kok,"
Gadis itu makin mengerutkan keningnya. "Hah?"

"Gimana? ada nggak?"
"Eng...ada apa ya?" si gadis mengerjapkan mata.
"Pulsanya? atau mbak punya jas hujan?"
Gadis itu bengong cengoh. Si pengendara motor mengulum senyum kecil yang lambat laun menjadi tawa.
Gadis itu makin bengong cengoh tapi tau-tau bibirnya melebar membentuk cengiran kaku.
"Hehehe...lucu ya, Mas? ada apa sih?" tanyanya innocent.
Pengendara motor itu melepaskan jaketnya. Ada cipratan air yang mengenai wajah si gadis.
"Ups, sorry!"

Gadis itu memperhatikan si cowok yang mengibar-ngibaskan jaketnya, membuat si gadis bergidik menjauh takut kecipratan airnya.
"Elo kan udah basah, ngapain jauh-jauh gitu? kecipratan dikit mah nggak ngaruh,"

si gadis membenarkan dalam hati.

"Ohya, jadi gimana? ada yang jual pulsa nggak?"
Meski masih agak bingung, gadis itu menggeleng menjawab pertanyaan si pengendara motor.
"Ta - tapi gue punya pulsa kok kalau cuma buat nelpon semenit doang,"
Sang pengendara motor tersenyum lebar.
"Minta dong! bentar doang. Dua puluh detik doang kok,"
Gadis itu menatap ragu si pengendara motor. Mengerti arti tatapannya, sang pengendara motor mengulurkan tangannya.

"Kenalin, nama gue Rio. Anak tunggal, rumah di daerah Kuningan sono, jago nyanyi, dari TK udah juara kelas, sejauh ini belum ada catatan kriminal. kalau elo masih nggak percaya, boleh kok KTP gue sebagai jaminannya,"
Gadis itu menelan ludah.

"Nih," Gadis berseragam SMA Dinamika itu mengulurkan hpnya. cowok pengendara motor itu menatap bengong hp itu. Bukan karena apa-apa tapi si gadis baru saja mengeluarkan hp dari dalam tasnya yang basah. dan hp itu terbungkus kantong plastik hitam lengkap dengan karet gelang berwarna kuning.

"Maklum kan tadi mau ujan. makanya gue bungkus plastik biar nggak rusak," katanya mengerti tatapan kaget Rio.
"Ohya, nama gue Seby,"

Dengan riang Rio mengambil hp milik Seby dan menekan sebuah nomer. Seby memeperhatikan Rio yang sedang menelpon.

"Bar, dimana sih tempatnya? ini gue kesasar! gue ada di daerah eng..." Rio menoleh kearah Seby meminta informasi daerah mana ini.
Seby mengangkat alis tak mengerti kenapa Rio ngeliatin dia. Rio frustasi, ternyata cewek SMA disampingnya ini lemot abis.
"Pokoknya di daerah Sudirman agak kesono dikit. nyenggol Tosari lah. ngelewatin tiga jembatan. nah, mana tuh? gimana? gue kudu kemana nih? mana disini ujan. design-nya udah gue bawa. kayaknya kena ujan dikit deh,"

Seby menebarkan pandangan ke sekeliling bangunan. Baru ia sadari kalau bangunan ini lumayan serem. untung pintunya tertutup, ia hanya melongo melalui jendela. mana kaca jendelanya udah pecah. di dalam bangunan yang lebih mirip kantpr Kelurahan itu, kosong melompong. tak ada kursi maupun meja, lantainyapun kotor banget. udah nggak jelas warna lantainya apa tuh.

"Nih, thank you ya!" tau-tau Rio udah menyerahkan hpnya.
"Dua puluh detik lebih nih kayaknya," gumam Seby melihat LCD hpnya. Rio mendelik.
"Ya mapun! elo daritadi tuh bengong ngitungin? wow! otak lo jalan juga ye?"
Seby mengerutkan keningnya dalam.
"Maksudnya?"
Rio nyengir lebar. ia memperhatikan Seby. Seby bergidik takut dengan pelan-pelan mengangkat tasnya menutupi dada. Bukan apa-apa, tapi kan saat ini kondisi Seby sedang berdiri dengan seragam basah kuyup tanpa jaket pula. udah gitu, dia cuma sendirian dengan kertas-kertas tugas di tangannya.

"Elo anak SMA favorit ya? kok bisa? em..." Rio mengetukkan jarinya di dagu. Seby membelalakan matanya. Tapi Seby berpura-pura cuek, ia tak menggubris cowok di sebelahnya.

"Hujan kok nggak berhenti-berhenti sih," kata Seby dalam hati sambil memperhatikan hujan dihadapannya.

"Rumah lo mana?" tanya Rio membuka obrolan. Seby melirik sekilas.
"Ada kok disana. Lagi nggak gue bawa nih," jawbnya cuek.
Rio terkikik. Seby melihat-lihat sekitar, berusaha tidak mempedulikan Rio.

"Ntar deh kalau ujannya udah berhenti, gue ganti pulsa elo" kata Rio lagi. kali ini Seby diam tak menjawab.
"Tapi elo tau nggak yang jualan pulsa disini mana? atau elo punya jas ujan? gue beliin sekarang deh kalau ada jas ujan,"
Seby menoleh cepat menatap Rio dengan kerutan kening.
"Yehh...dia balik lagi ke pertanyaan awal yang bikin gue bingung" batin Seby. Rio tertawa renyah melihat reaksi Seby.

"Elo sih jutek banget. Elo tuh masih muda, masih SMA, jangan jutek-jutek. Tadi aja gue kira elo udah emak-emak(Seby melotot syok). Tapi pas liat seragam elo, masih SMA toh"

Seby geleng-geleng kepala.
"Apa gue nekat aja lari buat pulang daripada disini sama cowok edan? cerewet pula! mana nyangka gue emak-emak. tapi tugas gue gimana?" batin Seby bingung.

Apa yang terjadi selanjutnya? Apa Seby nekat dan membuat tugasnya berantakan atau tetap stay dan mendengarkan celotehan Rio?
Masih ada BEAUTIFUL PART 3 kok, tenang aja...

Read more...

BEAUTIFUL

SIANG itu terasa sangat dingin. langit hitam gelap dan mengeluarkan suara bergemuruh. percikan cahaya singkat terlihat beberapa kali di langit. awan gelap bergelung memayungi kota Jakarta. Melihat keadaan yang seperti itu, seluruh penghuni SMA Dinamika pengen cepet-cepet pulang. Tak luput dengan seorang gadis berkucir kuda itu. Dengan kakinya yang jenjang, ia melangkah panjang-panjang menyebrangi lapangan basket yang luas. Lapangan basket yang luas yang biasanya selalu ramai dengan anak-anak cowok main basket, sekarang sepi. Tak ada satu cuilpun anak cowok atau anak cewek yang main basket disana. Mereka semua pada meluncur pulang mengingat cuaca buruk.

Gadis itu mengangkat sedikit tas slempangannya. "Aduh, mana tas berat banget! jadi susah deh jalannya," gerutunya menyebrangi gerbang sekolah. Sebuah mobil mewah melintas di sampingnya, begitu juga beberapa motor. Mereka semua adalah teman sekolahnya. Dengan sangat jelas, gadis itu mengenalinya. tapi tak satupun dari mereka menyapa sang gadis.
"Kalau mau ujan gini, pasti orang-orang pada ngawur deh jalannya. wah, siap-siap macet nih di jalan," gumamnya lagi melihat teman-temannya pada sembrono membawa mobil.

Baru sebentar ia berdiri di pinggir jalan, dekat halte bus, sebuah angkot sudah menepi. dengan cekatan, ia naik. jam segini angkot emang penuh dengan anak sekolah. Gadis itu mengenali beberapa seragam sekolah yang di apkai oleh penumpang angkot. Dari banyaknya penumpang, tak hanya dirinya saja yang memakai seragam SMA Dinamika. ada tiga orang perempuan yang gadis itu kenal sebagai kakak kelasnya. Gadis itu melirik sekilas dan melemparkan senyuman tipis. tapi ketiga kakak kelas itu pura-pura tak melihat dan lanjut mengobrol.
Gadis itu membuka tasnya. di lihatnya beberapa lembar kertas di dalam tasnya. "Ehm...semua tugas ada di tas nih. Kalau nanti ujan, bisa habis nih tugas," batinnya memandang kertas-kertas itu prihatin.

"Kiri, Bang!" seru si gadis pelan saat angkot melewati lampu merah. Sang angkot berhenti tepat di perempatan besar. Sebelum turun, gadis itu tersenyum sekilas pada ketiga kakak kelasnya meski kakak-kakak kelasnya pura-pura nggak liat.

"Makasih ya, Bang!" katanya setelah membayar ongkos.

Dengan langkah tergesah, ia menyebrangi perempatan besar itu. Hampir saja ia terlambar. Pas banget ia sudah menyebrang dan sampai trotoar, lampu berubah menjadi hijau dan banyak kendaraan melaju.
Ia masih harus berjalan jauh untuk sampai rumahnya. di sepanjang trotoar, ia berdoa semoga hujan tidak turun sebelum ia sampai di rumah. Tapi baru saja ia mendongak kelangit, hujan rintik mulai turun.

"Hujan! Gawatt!!!!" iapun makin mempercepat langkahnya.

Sial
sepertinay dirinya hari ini, karena baru me;ewati beberapa meter, hujan sudah berubah deras. Geledek menyambar kencang. ia pun mendekap tasnya erat-erat. Dalam pikirannya berputar-putar kertas tugas yang berlembar-lembar itu. Ia ingin sekali berteduh tapi di sepanjang jalan tidak ada pohon maupun bangunan yang bisa di pakai untuk berteduh. hanya ada trotoar saja. Dengan berlari kencang, ia berlari menyusuri trotoar. Ternyata ia tak sendirian, ada beberapa orang juga yang senasib dengan dirinya.

"Pake lupa bawa payung segala!"

Ia berbelok, meninggalkan jalan raya yang bertrotoar itu. Setelah berbelok, ia masih bisa di selamatkan oleh bangunan tua yang berdiri kokoh disana. Meski bangunan itu kosong, cat sudah berkelupas di sana sini, dan gentengnya juga udah ada yang pecah, tapi pagar bangunan itu udah bobrok dan rumputnya tidak terlalu tinggi. Ini karena ada beberapa warga yang membawa kambingnya untuk memakan rumput-rumput itu. Agak kaget juga di kota gede ini masih ada kambing. tapi emang bener ada kok.

Berbeda dengan tadi, kali ini tak ada orang yang menemaninya. Dimana orang-orang yang senasib dengannya tadi? yang lari-larian menyusuri trotoar?

Hal pertama yang ia lihat setelah ia mendapat tempat berteduh adalah isi tasnya. Apa kertas-kertas tugasnya sedang dalam keadaan aman?

"Yah...udah gue duga pasti gag bakal selamat. kudu ngerjain lagi nih"

Sebuah
motor cowok tiba-tiba menepi. Sang pengendara yang mengenakan jaket kulit coklat dan sarung tangan hitam itu mematikan motornya dan ikutan berteduh di samping sang gadis. Gadis itu tidak bisa melihat wajah sang pengendara lantaran helm full facenya yang masih di pakai.

Tapi setelah pengendara itu membuka helmnya, ia bisa melihat wajah pengendara itu yang ternyata cakep. Gadis itu tersenyum, pengendara itu membalas senyum.

Diam-diam gadis itu memoerhatikan sang pengendara. Jaketnya sudah basah kuyup, begitu juga rambutnya. Pengendara itu melepas sarung tangannya dan memerasnya. Gadis itu membulatkan mulutnya.

"Dari Sudirman kehujanan nih," katanya tanpa di tanya. Gadis itu tersenyum menjawabnya.

"Ohya, disini ada yang jualan pulsa nggak ya? atau Mbak jualan pulsa?"
Gadis itu mengerutkan kening bingung.

Loh ada apa ini? kenapa tiba-tiba si pengendara motor itu menanyakan pulsa? lalu bagaimana kelanjutan nasib tugas-tugasnya? sebenernya siapa sih si gadis itu? kenapa ketiga kakak kelas di angkot itu cuek aja sama si gadis?
Mau tau kelanjutannya? tunggu aja Part kedua nya. . .

Read more...

Followers

About This Blog

  © Free Blogger Templates Blogger Theme II by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP