Monday, April 19, 2010

BEAUTIFUL PART 5

Napas Seby serasa terhenti. Dadanya nyeri nyut-nyutan, melebihi nyut-nyutan orang sakit gigi.Mungkin saat ini ia lebih memlih kejedot tembok, kejedot tiang bendera, atau kejedot Pak Muro yang genit itu. daripada harus kejedot pemandangan menyakitan didepannya ini.Mata Seby serasa panas, kakinya membatu. Ingin rasanya ia memalingkan wajah dan berlari kencang dari sana. tapi tidak bisa! seperti tersedot lubang hitam di angkasa, yang terus menerus menariknya walaupun itu sangat menyakitkan.

Rama memang tidak mengenal dirinya, merekapun memang tidak pernah mengobrol satu sama lain, jangankan mengobrol, meliriknya saja tidak. tapi perasaan yang dimiliki Seby, melebihi dari sekedar ngobrol bareng, ketawa bareng atau main bareng. Dalamnya perasaan itu, membuatnya sekarang ini terasa tertusuk sangat dalam saat melihat Rama tengah duduk berduaan dengan Sheila. Tawa Rama yang selama ini di nantinya, senggolan hangat Rama yang dari dulu diinginkannya. sekarang tengah di terima oleh Sheilla.
jantung Seby serasa jatuh kebawah, terkubur dalam di dalam tanah bersama Mumun. darahnya beku, sebeku mumi di Mesir sono.

Entah karena apa, Seby merasa ini bukanlah tempatnya. dengan sisa-sisa tenaga, ia melangkahkan kakiknya menuju kelas. Duduk sendirian adalah hal terbaik untuk saat ini. Ia ingin mengatur emosinya, tapi belum sempat ia menarik napas panjang, si cowok gondrong teman sekelompoknya menghampirinya dengan senyum angkuh seperti biasanya.

"Heh, Jangan pernah bilang sama Bu Amri. awas lo!"
Seby hanya diam. Seorang cowok tiba-tiba nongol dari balik pintu dan memanggil si gondrong.Sebelum pergi menghampiri temannya, si gondrong menoyor kepala Seby terlebih dahulu.
air mata Seby hampir saja menetes, kalau saja tangannya tidak segera menghapusnya.
"Jangan nangis, Seb! sabar..." Sebypun memulai ritualnya mengatur emosi.
***

Rio bingung dengan wajah Seby siang ini.Emang sih biasanya cewek ini jarang senyum, tapi nggak separah ini. Tatapannya kosong, jalna udah kayak mayat hidup, bibirnya kering dan rambutnya berantakan.
"Kenapa lo, Seb? abis kesetrum? tadi emang pelajaran apa aja? pas pelajaran elektro, elo ngelamun ya makanya kesetrum. makanya kalau pas pelajaran elektro, pake sandal jepit" meski Rio sudah bicara berentet, tetap saja Seby tidak merespon.

SMA Dinamika masih ramai, ada aja siswa yang belum pulang dengan alasan mau kerja kelompok dulu. padahal cuma nongkrong-nongkrong di warung depan SMA. Rio celingukan, entah mencari siapa atau mencari apa. setelah celingukan, ia menoleh kearah Seby yang berdiri mematung dihadapannya.
"Temen-temen lo happy-happy aja. kok elo lecek ndiri? napa lo? belum makan ya? gih yuk makan, gue juga belum" katanya dari balik helmnya. ia sengaja tak membuka helmnya, alasannya capek. heh? butuh berapa tenaga dan kalori sih hanya untuk membuka helm? makanya, Rio hanya membuka kacanya saja.

Seby mengangguk lemah. Seperti mumi, ia naik keatas motor. hampir aja dia jatoh keserimpet pedal kaki, tapi ia segera pegangan motor tuk menopang dirinya.
"Astaga! elo napa sih? nggak makan berapa hari lo?" tanya Rio.
Seby menepuk bahu Rio. "Yuk, ah berangkat! jangan cerewet"
Rio mendelik."Buset. meski lemes, masih aja galak. emang gue ojek!"

Sepanjang perjalanan, Rio tak henti-hentinya bertanya ada apa gerangan dengan Seby. tapi karena Seby diem mulu, akhirnya ia ikutan diam. Rio nggak tau Seby mau makna dimana, akhirnya ia mengajaknya makan di warung ketoprak tak jauh dari monas.
"Gih makan yang banyak biar nggak kayak ondel-ondel gitu jalannya" Rio menyodorkan ketoprak satu porsi.
Seby makan dalam diam, Riopun juga. bagi Rio, makan adalah momment terbaik. harus di nikmati dan di khayati.
Lagi enak-enaknya makan, tau-tau Seby nyeletuk. "Naik monas, yuk! gue belum pernah nih"
Rio berhenti mengunyah. Ia melirik jam tangan hitam di lengan kirinya, "Boleh-boleh" katanya menyetujui. ia kembali makan dalam diam, Seby memperhatikan Rio sesaat lalu kembali makan. kebetulan banget emang dia belum makan.

Kondisi Seby setelah makan, menjadi lebih baik. Jalan udah nggak kayak mumi, tatapannyapun ngga kosong lagi, tapi masih aja tetep diem. Nggak menggubris Rio yang ngoceh terus di sebelahnya. apalagi setelah mereka naik keatas monas. Wah...Seby cuma bisa senyum lebar dengan mata berbinar.
"Kalau malam lebih oke, Seb!" terang Rio.
"Emang elo udah pernah?"
"Udah dong. ampe kejebak di lift macet segala. kalau malam, lampunya lebih keren. wah, lo bakal heboh deh! itu bandara, kadang kalau malam masih ada pesawat yang nangkring, terus kota Jakarta itu kayak taburan permata berkilau di bawah sana"
Seby makin berbinar. "Bener? wah gue jadi pengen liat kalau malam deh"
Rio manggut-manggut.

"Jarang loh anak jaman sekarang mau berkunjung ke monas. mereka jaim. lebih suka ke PIM sono atau BP, atau ke SMS, paling mentok ya ke GI atau PS dulu yang deket sini" Rio melempar pandangannya luas ke depan, memandang kota Jakarta di siang hari.
Seby tertawa pelan mendengar komentar Rio.
"Gue nggak bakal menginjakan kaki kesono. tau kenapa? karena gue bukan anak gaul, Bro!" Seby bergaya "sok anak gaul" saat menyebutkan kalimat terakhir.
"Ohya? emmm" Rio meneliti Seby dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Iya sih kelihatan kalau elo tuh kuper"
Seby mendengus sebal. kuper? enak aja!
"Tapi gue kadang bete sama anak-anak sekarang yang sok gaul itu" tambah Rio kembali menatap Jakarta.
Seby mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa? gue malah pengen ngerasain gimana jadi mereka. elo tau nggak, ada tuh temen sekelas gue namanya Sheila. udah cantik, populer, gaul pula. semua cowok pada nempel sama dia"
Rio tertawa garing.
"Dia pasti rambutnya panjang bergelombang, rok pendek, kaos ketat kan? kadnag suka ngibasin rambutnya gitu"
Seby mengangguk semangat. betul banget!
"Heh, udah basi gitu mah!" Rio mencibir.
"Kalau elo sendiri gimana pas SMA? dari tampang lo sih, kayaknya elo udah nggak SMA lagi. udah tua ya lo"
Rio menoyor Seby.
"Sial lo! gue masih muda tau, cuma udah nggak SMA lagi. dulu sih gue termasuk jajaran cowok most wanted. semua cewek pada ngejar-ngejar gue tapi guenya aja yang nggak mau"
Seby memonyongkan bibirnya. "BOHONG BANGET! mana ada yang mau sama cowok cerewet kayak elo"
"Ye...nggak percaya! elo nggak liat apa kalau tampang gue ini tampan merajalela?" Rio menyisir rambutnya pelan dengan tatapan mata menggoda. Seby langsung terbahak ampe muntah-muntah.
"Huahahahaha....gue nggak doyan ama aki-aki! dasar tuwir lo"
Rio langsung mengkeret. "Gue belum tua, tau! dasar emak!"
Keduanyapun masih terus mengobrol asik sambil sesekali menimpali dengan pukulan dan toyoran. Pelan namun pasti, siang itu dihabiskan Seby bersama Rio. ampe pulang ke rumah, ibunya ngomel-ngomel gara-gara Seby telat pulang. bukan kenapa-napa, tapi karena di rumah nggak ada yang nyapu dan nyiramin tanaman depan rumah.
Dan sejak saat itu, Rio menjadi tukang ojek pribadi Seby. Si tukang ojek, eh maksudnya Rio, udah standby tiap pagi di bangunan tua itu.

Saat itu, di suatu siang pas Rio nganterin Seby pulang, keduanya berhenti di lampu merah. bukan untuk ngamen atau minta-minta apalagi jadi tukang jualan permen. tapi karena mereka adalah rakyat Indonesia yang taat dengan peraturan lalu lintas. menunggu lampu menyala hijau. meski kudu kepanggang di panasnya Jakarta beberapa menit.
"Seb, gue masih nggak ngerti nih kenapa abang elo manggilnya kok Jelita?"
Seby yang tadi lagi nyanyi-nyanyi pelan langsung berhenti nyanyi.
"Heh, kenapa? jangan bengong. ada orang nanya juga" Rio menoleh kebelakang, menyonggol Seby menggunakan bahunya.
Seby mengulum bibirnya. "Ehmm...."

Bersambung....

Read more...

Saturday, April 17, 2010

BEAUTIFUL PART 4

Seby masih nggak percaya kalau dia bisa sampai rumah dengan selamat. Bukan karena apa-apa, tapi karena Rio yang nganterin. Dia kira, Rio bakal membawanya membelok sebelum sampai gang rumahnya. dia kira Rio bakalan memberhentikannya di depan rumah pak RT dan melaporkannya sebagai terdakwa perusak bangunan kota. atau yang lebih parahnya, Rio bakal malakin pulsanya lagi dan kali ini lebih banyak. tapi ternyata tidak! terbukti sekarang ia berdiri dengan selamat sentosa tanpa ada kekurangan apapun, di depan rumahnya yang sederhana.

Mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya, Ibu Ira dan seorang anak laki-lakinya mengintip bebarengan dari balik tembok.
"itu Seby sama siapa ya?" tanya sang ibu. Sang anak mendelikan bahu masih terus menatap tajam kearah cowok itu.

Begitu Rio membuka helmnya, sang anak terperangan. "Gile! cakep bener!" gumamnya. iapun langsung melenggang keluar rumah.
"JELITA!!!! SIAPA NIH? CAKEP BENER!!!" serunya nyablak. Seby menoleh kearah kakaknya dan langsung menyeret kakaknya.
"Heh, toa banget sih lo! masuk gih sono" bisiknya.
"Iya...iya...yang lagi pacaran kagak mau di ganggu" godanya hendak masuk rumah tapi pertanyaan Rio menghentikannya.
"Jelita? bukannya nama elo Seby?"
Dengan senyum sumringah, Ozan siap menerangkannya. "Jadi, jelita itu hbmpphhh..." secepat kilat Seby membungkam mulut Ozan dan menyeretnya masuk kedalam rumah.
"Bentar ya, Rio!" kata Seby tersenyum kaku pada Rio yang keheranan.

"Aduuh....Jelita apaan sih lo! tangan lo tuh bau tau. abis megang apa sih lo? ngupil kagak cuci tangan ya? asin gitu"
"Elo tuh berisik banget tau! jangan malu-maluin gue. udah elo di rumah aja" Seby menutup pintu ruang tamu dan kembali menghampiri Rio.
meski sudah di kurung di dalam rumah, Ozan tetap mengintip, disusul ibunya yang tadi sempet ngumpet pas Seby masuk rumah.

"Gila, Bu! calon mantu Ibu ganteng banget"
Ibu Ira senyum merona merah. mendadak, di benaknya melayang gambaran saat ia melihat Seby dan sang cowok itu menikah. dengan gaun pengantin cantik serba putih, keduanya sungkem di bawah kakinya meminta restu. dan keesokannya sudah punya anak yang lucu. pipinya gembil, matanya mirip Seby, senyumnya mirip si bapak.
"KYAA!!!! Ibu nggak sabar mereka cepet nikah" serunya tertahan sambil merem melek. Ozan mendelik.
"Bu, baru calon, Bu! janga heboh gitu deh"
"Makanya kamu ke masjid sana, banyak doa, shalat jama'ah, minta sama Allah supaya adik kamu nikah sama dia. kan bangga punya adik ipar cakep"
Ozan tersenyum lebar "Asal nggak ngalahin ketampanan aku aja, Bu!"

Seby tak mengetahui kalau dibalik tirai itu ada dua orang yang lagi sibuk ngintipin dirinya dan Rio.
Seby merasa tidak enak dengan Rio atas adegan barusan ia menyeret-nyeret kakaknya.
"Sorry, tadi kakak gue!" Seby tersenyum malu. Rio tersenyum maklum.
"Elo punya kakak? wah asik banget dong! apalagi kayaknya kakak lo gokil gitu"
"Yah gitu deh. ada enaknya, ada nggak nya. elo punya kakak juga?"
Rio menggeleng pelan. "Anak tunggal, tanggul, tenggol. pokoknya anak satu-satunya"
Seby tertawa pelan. "Disayang banget dong lo! pantesan cerewet"
Rio mengerutkan alisnya "Emang ada hubungannya?"
"Eng...kayaknya sih nggak ada. udah ah, lupain aja! btw, makasih ya atas tumpangannya dan foto copy-nya. ntar gue ganti kok kalau duit bulanan gue udah turun"
"Nggak usah. anggap aja itu balasan pulsa kemaren. malah kayaknya kurang deh. ntar deh gue ganti dengan mentraktir lo. lebih nikmat tuh. daripada buat beli pulsa, buat apa? nggak bikin kenyang, nggak bikin pu-"
"Rio, cukup! iya, kapan-kapan elo traktir gue juga oke" Seby mengintrupsi supaya Rio nggak berbicara panjang lebar lagi.
"Oke deh gue balik dulu" Rio memakai helmnya dan mulai men-stater motornya.
"Tapi gue masih nggak ngerti sama jelita itu. gimana sih? nama lo Seby Jelita? keren juga tuh!" kata Rio masih belum juga menarik gas motornya.
"Udah deh sono pulang! nanya-nanya mulu. ntar kapan-kapan gue jelasin deh. sono!" Seby mendorong-dorong Rio agar menjauh.
"Iya, iya gue balik. btw, elo anak Dinamika kan? besok gue ada urusan di sekitar sana, mau bareng nggak? jujur, gue nggak tau jalan hehe"
Seby menghembuskan napas sambil memutar kedua bola matanya. "Iya deh terserah aja! gih sono pulang"
Rio menarik gasnya tapi Seby malah menarik jaketnya lagi untuk berhenti.

"Eh, tunggu...tunggu...tunggu..."
"Apa lagi? katnaya suruh cepet pulang"
Seby mendekatkan dirinya ke Rio. "Besok ketemuan di bangunan kemaren aja ya. jangan di rumah gue. oke!" jelas Seby. baru saja Rio ingin bertanya mengapa, Seby langsung mengancungkan jari telunjuknya. "Jangan banyak tanya kalau mau barengan"
akhirnya Rio cuma manggut-manggut aja. ia pun berlalu dari rumah Seby.

Seby berbalik masuk rumah tapi tatapannya menangkap sosok Dhea sedang di teras rumah depan. Seby mengerutkan alisnya. jangan-jangan itu cewek liat lagi tadi ada Rio disini.
tapi Dhea hanya tersenyum saja. senyum seperti baisanya yang selalu bikin Sebu sebal. nggak dengan semua orang di kampung ini yang menganggap senyumnya manis.manis dari hongkong? setau Seby, yang manis itu cuma gula, tebu dan sebangsanya. kagak ada tuh senyuman kok manis.
***

Bukan karena cowok gondrong itu, bu Amri memuji hasil tugas yang ia beliau berikan seminggu lalu. Seby berusaha menabahkan hatinya. sedangkan cowok gondrong disampingnya, terus saja mengumbar senyum.
"Tugas kalian mendapa nilai sempurna diantara tugas-tugas lainnya. saya tidak habis pikir, bagaimana bisa kalian mendapatkan tema yang lain daripada yang lain ini"
"Karena awalnya saya tidak tau temanya apa. yaudah saya pakai tema yang udah di depan mata aja. eh, kebetulan aja masih sesuai aturan" batin Seby menjawab. sedangkan jawaban si gondrong ini..."Ya, saya kan ingin berinovasi, Bu! syukur deh kalau ibu suka"
Seby ternganga. what? saya? itu gue yang ngerjain!!!! dia cuma modal suara doang alias marah-marah kalau tugas belum kelar padahal udah mendekati deadline.
Tapi sudahlah, toh dia juga kedapetan nilai ini.

Keluarnya dari ruang guru, si cowok gondrong itu langsung ngacir ke kantin. ya jelaslah sama teman-teman genknya. Seby memilih ke perpus di lantai atas. di koridor kakak kelas, ia meihat seorang kakak kelas yang dulu pernah satu angkot dengannya. nggak jauh beda kayak di angkot, di sekolahpun ia memalingkan wajahnya. Diam-diam Seby memperhatikannya. jadi beginikah penampilan para kakak kelasnya yang terkenal eksis? rambut panjang terkerai dengan anggunnya, wajahnya mulus dengan bedak dan lipgloss, seragamnya pas di badan dengan rok sedikit diatas lutut. jalannya pun harus mempesona. begitu sang kakak kelas melintasinya, aroma bunga mawar menusuk ke hidung Seby.
Seby menoleh, memandang terpesona para kakak kelasnya yang sudah melenggang menuju kantin.

BRUK. seseorang menabrak bahunya.

"Kalau bengong tuh jangan di tengah jalan dong!" omel cewek yang Seby tau dari kelas sebelah. cewek itu lalu pergi bersama dua temannya dan terkikik-kikik geli melihat reaksi kaget Seby.
Seby memutuskan kembali berjalan, tak memperhatikan sang kakak kelas lagi. kayaknya perpus emang pilihan yang tepat deh. disana nggak ada yang berisik, nggak ada para kakak kelas yang eksis, dan nggak ada si gondrong yang bawel. tapi disini juga nggak ada Rama. mendadak Seby jadi pengen melihat wajah tampan itu meski hanya sekali.
maka dari itu, Seby memberanikan dirinya tuk melangkah menuju kelas sang idola.
belum sampai kelasnya aja dia udah deg-degan, perutnya mendadak sakit dan tangannya berkeringat dingin.
ia berhenti, memutuskan untuk berbalik, membatalkan kunjungannya ke kelas sang idola.

"Nggak bisa! elo harus berani, Seby! jangan jadi pengecut. cuma lewat doang ini" batinnya. ia kembali melangkah, semakin ia melangkah, semakin dekat ia dengan sang kelas idola, dan semakin sakit perutnya. mendadak dia pengen pergi kebelakang. dia tidak bisa merasakan jantungnya ada di rongganya. entah ada dimana, berdekup menggedor-gedor dadanya minta di bebaskan.
Seby menarik napas panjang, dan dengan takut-takut menoleh ke kiri pas melewati kelas itu. ada banyak siswa di dalam kelas, tidak seperti kelasnya yang selalu kosong tiap kali jam istirahat. banyaknya siswa membuat Seby bingung mencari keberadaan sang idola. ia terus menoleh sambil terus berjalan.
DUAK!

apa yang terjadi dengan Seby?? yuk intip di part 5...

Read more...

BEAUTIFUL PART 3

Seby menelan ludah memandang ngeri raut wajah orang di hadapannya.

"ELO GIMANA SIH? ITU TUGAS KAN UDAH CAPEK-CAPEK KITA KERJAIN. BESOK UDAH DI KUMPULIN TAU!" cowok dengan rambut agak gondrong itu mengomel begitu mendengar berita yang dibawa Seby.
"Iya, gue juga tau kok besok udah di kumpulin. ta-"
"Nah kalau udah tau kenapa elo basahin?" potong cowok itu langsung. Seby mundur kebelakang sedikit karena kaget.
"Nggak gue basahin. kan udah gue bilang kalau kehu-"
"Tapi elo kan bisa berteduh dulu biar tugas kita gag basah. emang elo aja yang nggak becus bawa tugas. tau gitu gue yang bawa"
"Lha kan dulu gue udah ngusulin gitu. tapi elo bilang, ntar elo takut lupa bawa makanya elo nyuruh gue yang bawa" jawab Seby polos. cowok itu menggeram sebal.

"Pokoknya gue nggak mau tau! gimanapun besok itu tugas udah kudu selesai. dan elo cantumin nama gue sebagai pembuat juga di dalamnya"
Seby meremas roknya pelan.
"Eng....ok-oke deh"
cowok agak gondrong itupun berlalu. Seby menghembuskan napas lega. Dengan langkah berat ia masuk kedalam kelasnya.

Dengan sisa sisa semangat abis dimarahin teman satu kelompoknya, iapun membuka buku tebal dan mulai membacanya pelan-pelan. Waktu istirahat yang seluruh murid di kelasnya pada makan enak di kantin, kini hanya tersisah dirinya dengan kumpulan buku dan kertas-kertas.
"Ya Tuhan bantulah hambaMu ini!" ia pun mulai menulis.
satu kalimat, dua kalimat, satu paragraf, dua paragraf, satu lembar, dua lembar...

Seby merentangkan lengannya. tepat saat itu, bel tanda masuk kelas berbunyi. Seby memandang keluar jendela yang dimana murid-murid pada berjalan pelan menuju kelas masing-masing. dari banyak siswa, tatapan mata Seby jatuh pada satu sosok yang sudah seminggu, eh salah sebulan mungkin, atau setahun ya? pokoknya sudah beberapa lama ini menghantuinya.

Dada Seby berdebar saat melihat sosok itu tersenyum. Meski bukan tersenyum kearahnya, itu cukup membuat Seby berkeringat dingin. meski tidak melambai padanya, melainkan pada Sheila, teman sekelasnya yang juga cantik abis, tapi cukup membuat jantung Seby berdekup rasanya mau meledak. meski bukan bercanda gurau dengannya, tapi malah sama teman-teman se-genk nya yang juga cakep-cakep, tapi itu cukup membuat Seby panas dingin.

"Heh," sebuah gebrakan di meja mengagetkan Seby dan dengan singkat pandangannya beralih dari sosok tampan itu.
"Gimana tugasnya? tadi Bu Amri udah nanyain" kata cowok yang agak gondrong itu. pengen banget Seby narik poninya yang panjangnya ampe alis itu. KAGAK SABARAN AMAT SIH!
"Lagi on the way kok"
"Makanya naik pesawat biar nggak on the way mulu" katanya ketus lalu beranjak menuju mejanya sendiri. Seby mendengus sebal.Terbesit pertanyaan mengapa dia harus satu kelompok dengan cowok menyebalkan itu. cuma menang gaya doang! tapi otak kosong. kayak Rama dong. udah ganteng, jago ngedrumm,pinter kimia, baik, ngajinya juga oke. Gara-gara melihat sosok Rama tadi, sepanjang pelajaran Seby terus terusan mikirin Rama.

"Seandainya gue cakep, tajir, seksi kayak Sheila. pasti gue bisa deket ama Rama" Seby mendesah melas. "Jangankan itu! sapa sih yang kenal gue? seluruh isi Dinamika nggak akan tau gue murid sini kalau gue nggak pakai seragam ini"
***

Siang ini tak seperti kemarin. berbeda 180 derajat. tak ada lagi hujan deras, tak ada lagi geledek yang memekakkan telinga. yang ada hanya teriknya mentari dan panasnya hawa. Rio tak henti-hentinya mesen es teh dari penjual pinggir jalan. sarung tangan yang dipakainya menolong banget. kalau nggak, dia bisa gosong.Belum lagi asap knalpot Jakarta. wah, hebat deh! karena capek setelah keliling Jakarta seharian, ia memutuskan berhenti di salah satu warung tenda untuk sekedar minum es teh. sejauh ini udah tiga botol.
"Bang, satu lagi ya!" katanya setelah botol ketiga habis. Dengan sigap dan tak mempedulikan rasa heran, si Abang mengambilkan satu botol lagi. dalam satu sedotan, itu teh udah berpindah ke dalam perut Rio.

Pas lagi asik-asiknya ngaso, sekilas Rio melihat sosok yang di kenalnya sedang berdiri di toko sebelah. tepatnya toko foto copy-an. segera saja Rio berdiri dan keluar warung untuk menghampiri sosok itu.

"Hoy, Mak! kok ada disini sih?" serunya sambil menepuk punggung orang itu.
Orang itu terperangah kaget.
"Elo? lagi? ngapain lo disini? ngikutin gue ya?" rentet orang itu.
"Ye...ngapain gue ngikutin elo. ntar gue ikutan di tuduh ngerubuhin pintu rumah orang lagi"
orang yang ternyata Seby itu raut wajahnya berubah jadi kaget campur takut. ia menatap tajam Rio.
"Jangan ember ya jadi orang. lagian kan itu rumah nggak ada yang punya" Seby tetap membela diri.
"Oke...oke...gue bakal tutup mulut. tapi ada bayaran tutup mulutnya.gimana?"
Seby menatap Rio yang senyum-senyum sambil memainkan kedua alisnya.
"Cih...elo tuh ya! bakat banget jadi pemeras. udah ngabisin pulsa gue masih aja minta imbalan ke gue. siapa sih lo? gue laporin kantip loh"
"Elo kira gue banci. pake kantip segala. jadi gimana? gue saksi yang hidup loh. lagian gampang kok nemuin kantor RT atau mau ke kelurahan aja?"
Seby langsung membulatkan matanya. "Jangan! oke deh. ntar gue kasih imbalannya. tapi jangan berat-berat ya"
Rio tersenyum menang."Gitu dong! ntar deh gue pikirin dulu imbalannya apa. btw, ngapain lo disini? pulang sekolah bukannya pulang malah ngelayap"
"Ngelayap? sapa yang neglayap. ini nih gara-gara ujan kemaren, tugas gue ancur semua. untuk mengantisipasinya, gue foto copy perbanyak aja. pinter kan gue!" Seby tersenyum bangga.
"Tetep aja kayak emak-emak. gue kira elo tadi emak-emak. untung elo pak-"
"Pake seragam! udah deh sono lo! ganggu ketenangan hidup gue aja" Seby beranjak mendorong pintu toko foto copy. Rio tersenyum geli.

"Bang, semuanya berapa?" tanya Rio. si abang ngitung-ngitung dengan kesepuluh jarinya. dengan sabar, ia menanti abangnaya selesai ngitung dan memberinya duit kembalian. saking sabarnya, ia sudah melihat Seby keluar dari foto copy-an dan berjalan menyusuri trotoar, berjalan menjauhi dirinya. mungkin itu adalah jalan pulang, pikir Rio. tatapan Rio mengikuti tiap langkah Seby. udah kayak orang dikejar tuyul pake baju badut, itu cewek SMA berjalan dengan langkah panjang-panjang.
"Jangan-jangan dia cewek jadi-jadian" gumamnya heran melihat cara berjalan Seby yang nggak ada anggun-anggunnya sama sekali.

Beberapa kertas di tangan Seby, yang hendak dimasukannya kedalam tas, tiba-tiba pengen terbang dari genggamannya. dengan sigap Seby mengulurkan tangannya, jangan sampai itu kertas terbang di tiup angin dan jatoh di selokan atau di jilat anjing. Karena Seby terlalu panjang mengulurkan tangannya, badannya jadi mencondong ke kanan, sebuah bajaj yang ngebut ngejar setoran, nggak sengaja nyium lengan Seby.

Bukannya ngedapetin kertasnya, dia malah berputar-putar akibat kesenggol bajaj. udah muter-muter, jatoh pula, dan beberapa lembar kertas ditangannya berhamburan terbang. Sebagian jatoh di kepala, sebagian jatoh kedalam bajaj yang langsung ngacir gitu aja, sebagian lagi berakhir di selokan. ada yang nyangkut di daun-daun tajam.
"AW!!"

Rio yang menyaksikan dari jauh, langsung bangkit berdiri dan berlari menghampiri Seby. si abang tukang jualan teriak-teriak manggilin Rio lantaran uang kembaliannya belum disambut Rio.

"Seby, elo mabok ya? jalan bisa jatoh gitu" Rio menyambut lengan Seby tuk membantunya berdiri. "Anak SMA udah mabok. mau jadi apa lo ntar gede? kan kemaren udah gue bilang kalau anak SMA itu belajar yang rajin, dengerin penjelasan guru, patuh sama nas-"
"GELO! gue itu di serempet bajaj! bukannya jatoh. otak gue juga masih lengkap. kiri dan kanan, masa iya gue jatoh sendiri. ADOOOOWWWWW!!!!"

Seby berteriak kesakitan saat tangannya yang luka di pegang Rio. Rio ampe kaget denger teriakannya.
"Sorry...sorry...gue nggak tau kalau itu sakit. elo kagak apa-apa? nggak elit banget sih jatoh keserempet bajaj"
"Masih mending di serempet bajaj. coba kalau mobil" Seby meniup-niup lukanya.
"Kalau mobilnya ambulance kan sekalian"
Seby menendang Rio. "Maksud lo???!!!"
Rio meringis kesakitan.

"Udah deh, elo gue anterin pulang aja. daripada elo keserempet lagi" kata Rio berbaik hati.
"Ogah ah! iya kalau elo orang baik-baik. lagian gue bisa kok pulang sendiri. kalau gue keserempet lagi, gue bales serempet itu orang yang nyerempet gue" jawab Seby sambil memunguti kertas-kertas tugasnya.
"Yaudah kalau gag ma-"
"HUAAAA!!!!! TUGAS GUEEEEEE!!!!!" seru Seby histeris membuat beberapa mata orang yang lewat pada melotot kaget. orang yang naik motor, yang cuma lewat mak-wes aja ampe noleh, sopir angkot juga langsung tancap gas, nggak jadi berhenti menawarkan angkotnya pada Seby. kaki Rio ampir masuk got saking kagetnya.
"Astaga ini anak! elo tuh bisa bikin gue jantungan tau. gue kira apaan" Rio ikutan menatap kedalam selokan.

Wajah Seby syok berat. terbayang-bayang wajah teman sekelompoknya yang lagi marah-marah. udah gitu rambut gondrongnya berdiri tegak saking marahnya.
"mampus gue! aduhhh...tugas gue!" Seby hanya bisa menatap miris tugasnya tanpa bisa berbuat banyak.
"Tenang dulu! sini sini," Rio menarik Seby menuju warung makan tempatnya minum es teh tadi.
"Elo duduk dulu disini. tunggu bentar! gue foto copy-n tugas elo. mana yang kudu di foto copy?" Rio mengulurkan tangannya. Seby yang syok, menatap Rio cengoh.
"Ye...malah bengong. mau gue foto copy-in gag?"
meski masih agak bingung, Seby menyerahkan tugas-tugas versi asli yang tadi jatoh ke selokan untuk di foto copy lagi. Rio berlalu, berjalan menuju toko sebelah. wajah Seby masih saja syok mengingat tugasnya di dalam selokan sana.

Tugas Seby mungkin bisa terselamatkan. tapi apa besok tugasnya akan selamat di tangan Bu Amri? belum lagi teman sekelompoknya yang galak abis. terus bisakah Seby memperjuangkan cintanya pada Rama? lalu bagaimana dengan uang kembalian milik Rio [ah ini mah buat gue aja]ohya, kita belum bahas tentang si jelita ya? kejutan itu masih akan tetap ada kok.
okelah kalo begitu, sampai bertemu di part 4...

Read more...

Friday, April 16, 2010

BEAUTIFUL PART....

Maaf para pembaca tercinta, sebelum kita memasuki gerbang BEAUTIFUL PART 3, kita harus melewati perbatasan dulu. mari kita simak PART kedua dulu yang masih berlanjut...

Gluduk kenceng tiba-tiba menyambar, membuat Seby terlonjak mundur.
BRAKKK...
Saking kagetnya, Seby menabrak pintu kayu yang sudah rapuh itu. Jatuhnya pintu, membuat bukan Seby doang yang kaget, tapi juga Rio. keduanya menoleh kebelakang, menyaksikan pintu malang itu tumbang dengan slow motion.

Mulut Seby membulat, sama bulatnya dengan kedua matanya.
Rio terbelalak dengan kedua alis naik keatas.

"Widiihhh....perkasa juga ya lo! pintu ampe ambruk gitu cuma elo senggol doang," gumam Rio lirih. Seby menelan ludah.

Untuk beberapa saat keduanya mematung memandangi pintu yang udah roboh itu dengan serpihan-serpihan kayu di sekitarnya. Seby mendongakkan kepalanya, di hadapannya terbentang ruangan luas yang gelap dan kosong. Ini toh isinya bangunan tua yang selama ini ia lewati tiap pulang sekolah?

"Glek," Seby kembali menatap pintu malang itu.
"Mending elo lapor RT terdekat deh," usul Rio membuat Seby melirik tajam. "Eit, kenapa ngelirik gue gitu? ya elo emang harus lapor sama RT, ini kan bangunan di daerah sini. kudu tanggung jawab lo! udah ngerusakin rumah orang"
"Ini tuh rumah kosong tauk!" cibir Seby sebal.

Seby memandang hujan di hadapannya. meski masih deras, geledeknya udah nggak seserem tadi. "Ah, gue nekat pulang aja kali ya! toh tugas gue udah basah ini. daripada gue disini, di recokin ama cowok rese ini"

Baru saja Seby siap beranjak pergi, Rio berseru "HEH, mau kemana lo?"
Seby menghentikan langkahnya. "Pulanglah!"
"Pulang? enak banget lo! tanggung jawab nih pintu. nanti di kira orang-orang, gue yang ngerusakin lagi,"
Seby mengerutkan alisnya. Ini kan bangunan kosong, buat apa dia tanggung jawab? lagian mau tanggung jawab sama sapa? nggak ada pemiliknya!
"Auk ah! nggak ada yang punya tau! jadi nggak bakal ada yang marah," jawab Seby cuek dan siap melangkah. Rio segera menarik tangan Seby.
"Nggak bisa! biar gimanapun ini tuh sebauh bangunan yang udah di bangun sama orang dengan sepenuh harapan dan kerja keras. tanggung jawab dong! gue laporin nih sama orang sekampung"

Seby terkejut. "Bener-bener edan nih cowok!" batinnya.

"Gini aja deh, terserah elo mau ngapain tapi gue mau balik. badan gue udah basah semua. Dingin! tugas sekolah gue juga banyak. besok gue kudu masuk pagi-pagi. Kalau gue kudu tanggung jawab, gue pasti akan lakuin tapi ke siapa? kasih tau gue kalau elo tau"

Rio terdiam dengan mimik sedang berpikir. "Iya juga ya. Tanggung jawab ke sapa ya?" gumamnya. Seby menghembuskan napas. Sabar...Sabar...

"Yaudah deh elo pulang sono. Belajar yang bener! jangan pacaran mulu, dengerin kata guru sama orang tua. Jangan malu-maluin bangsa ini. Jangan ikut-ikutan orang atas sono yang pada korupsi, tukang boong dan tukang palak. Jadi cewek jangan gampangan. Apalagi el-"

"oke! makasih atas nasehatnya!" potong Seby langsung. ia pun segera berlari menembus hujan sambil memeluk tasnya erat-erat. Sekilas Rio tersenyum memperhatikannya.

Rio mengeluarkan sebuah benda dari balik saku celananya. HP keluaran terbaru itu sedikit basah namun masih bisa berfungsi dengan baik. Di tekannya sebuah nomer.
"Bar, tolong sms-in nomer yang tadi dong. Cepet ya! mungkin setengah jam lagi gue sampai sana. oke! thanks anyway,"

Rio menatap pintu di belakangnya yang sudah rubuh dengan tatapan penuh maksud.
"Seby ya?" gumamnya mengetuk-ngetuk LCD hpnya. beberapa detik kemudian, sebuah sms masuk menampilkan deretan angka yang mampu membuat Rio tersenyum lebar.

Huweeeiiitttt.....ada apa dengan RIO? kok dia senyum-senyum nggak jelas gitu ya? tunggu di part 3 aja ya...karena saya mau bercerita sebentar tentang seseorang yang di panggil Jelita.

Jelita menghempaskan badannya diatas tempat tidur berukuran sedang itu. I memejamkan matanya sejenak. Suara samar-samar hujan di luar menelisik masuk ke telinganya. Ia melirik tumpukan buku di atas meja belajar yang berdiri tepat di samping kasurnya. melihat tumpukan buku itu, segera membuatnya untuk menghubungi sseorang. Tapi baru saja ia ingin menelpon, seorang cowok sudah masuk menerjang kamarnya.

"JELITA!!!!! baru pulang lo?" serunya memekakkan telinga. Jelita terlonjak bangun.
"Dasar toa lo! apaan?" Jelita melemparkan sebuah bantal kecil kearah cowok yang memiliki warna mata yang sama dengannya.

"Bantuin gue ngerjain matematika dong!" cowok itu mengambil duduk di kasur Jelita dan dalam hitungan detik, kasur itu sudah di monopoli olehnya.
"Bantuin? bilang aja elo nyuruh gue ngerjain tugas elo,"
cowok itu meringis. "Yap! tolong ya! ntar gue kas-"
"Nggak usah janji-janji deh! udah mana PR lo?" Jelita menyodorkan tangannya. cowok itu bangkit dan langsung menarik Jelita dalam pelukannya.
"YA AMPUN JELITAAAA!!!! ELO EMANG ADIK TERBAIK GUE!!!" dengan semangatnya, cowok itu memeluk Jelita dan menggoyang-gooyangkan ke kanan ke kiri.
"OZAN, GUE BISA MATI NIHH!!!!" seru Jelita memukul-mukul lengan kakaknya yang kerempeng.
Ozan-pun melepas pelukannya dan ia beranjak berdiri.

"Ohya, elo tadi disuruh ibu buang sampah tuh, abis itu suruh beli tepung di warung depan!" katanya lalu beranjak pergi.
Seby menghembuskan napas berat. "Hidup gue kok cuma di suruh-suruh mulu sih!!" gerutunya sambil beranjak berdiri dan berjalan malas keluar kamar.

Udah hujan, masih aja disuruh ke warung depan. Seby berjalan serampangan di bawah payung kembang-kembang milik neneknya.Begitu sampai warung, ia segera membeli apa yang di pesan Ibunya. ternyata Bira bohong. Katanya suruh beliin tepung doang, Tapi ini dari segala jenis bumbu dapur di suruh beliin semua. ampe Seby kerepotan bawanya. Abang-abang tukang bangunan yang lagi nongkrong di dalam bangunan yang baru setengah jadi, ampe keheranan dan ngedoain supaya belanjaannya nggak jatoh semua.
"Neng, abang doain semoga belanjaannya selamat ampe tujuan ya!" serunya dari dalam bangunan. Seby manyun sebal.

Begitu sampai pagar rumahnya, seorang cewek seumuran dengannya yang tinggal di depan rumahnya, berseru menyapa. "Wah, ngeborong nih!"
Jelita hanya tersenyum tipis.

Ibunya sudah menanti di teras depan, ikutan nimbrung menjawab sapaan cewek depan rumah itu. "Iya nih, dek Dhea. Kan jarang banget anak cewek satu ini di suruh. sekali-sekali cewek harus mau di suruh belanja. kamu lagi apa? hari ini nyoba masak apa lagi nih? Tante boleh nggak nyicipin?"

Seby dengan muka di tekuk masuk kedalam rumah tak mempedulikan obrolan antar tetangga itu.

Beberapa saat kemudian, Ibunya masuk kedalam dapur menghampiri Jelita.
"Tuh, tadi Dhea cerita baru masak Se...se apa gitu. nama masakan Eropa. pinter lo! mbok kamu itu belajar sama dia. cewek-cewek harus bisa masak. ini boro-boro bisa masak, suruh belanja aja ogah,"
Seby makin menekuk wajahnya.

Sambil mengeluarkan semua bahan yang baru saja ia beli, di pikirannya melayang-layang adegan saat ia sedang berkutat dengan alat penggorengan dan teman-temannya. Dengan gaya ala chef farah Queen, Jelita menggoyang-goyangkan penggorengan isi cah kangkung. Jengkol segede-gede batu, berterbangan lincah dan bercampur bersama kangkung saat ia menggoyangkan penggorengannya. Dhea mah kalah jauh!

"Heh, ngelamun aja! udah gih sana nyapu dulu," Ibu menepuk bahu Jelita. Kalau ada termometer mood, saat ini termometer Jelita yang tadinya diatas, mendadak langsung turun ke bawah.

Gimana? udah baca kan tadi sekilas tentang Jelita? mau tau lebih lengkap lagi tentang Jelita? lagian apa sih hubunganya Jelita dengan kisah sebelumnya, yaitu kisahnya Rio dan Seby? terus ada apa dibalik senyuman Rio? terus...terus...
Daripada bertanya-tanya, tunggu saja di part 3. akan ada kejutannnn....^^


Read more...

Thursday, April 15, 2010

BEAUTIFUL PART 2

"Pulsa?"

si pengendara motor itu nyengir kuda.

"Sebenernya sih saya butuh jas hujan, Mbak! tapi kalau mbak mau ngasih pulsa juga oke kok,"
Gadis itu makin mengerutkan keningnya. "Hah?"

"Gimana? ada nggak?"
"Eng...ada apa ya?" si gadis mengerjapkan mata.
"Pulsanya? atau mbak punya jas hujan?"
Gadis itu bengong cengoh. Si pengendara motor mengulum senyum kecil yang lambat laun menjadi tawa.
Gadis itu makin bengong cengoh tapi tau-tau bibirnya melebar membentuk cengiran kaku.
"Hehehe...lucu ya, Mas? ada apa sih?" tanyanya innocent.
Pengendara motor itu melepaskan jaketnya. Ada cipratan air yang mengenai wajah si gadis.
"Ups, sorry!"

Gadis itu memperhatikan si cowok yang mengibar-ngibaskan jaketnya, membuat si gadis bergidik menjauh takut kecipratan airnya.
"Elo kan udah basah, ngapain jauh-jauh gitu? kecipratan dikit mah nggak ngaruh,"

si gadis membenarkan dalam hati.

"Ohya, jadi gimana? ada yang jual pulsa nggak?"
Meski masih agak bingung, gadis itu menggeleng menjawab pertanyaan si pengendara motor.
"Ta - tapi gue punya pulsa kok kalau cuma buat nelpon semenit doang,"
Sang pengendara motor tersenyum lebar.
"Minta dong! bentar doang. Dua puluh detik doang kok,"
Gadis itu menatap ragu si pengendara motor. Mengerti arti tatapannya, sang pengendara motor mengulurkan tangannya.

"Kenalin, nama gue Rio. Anak tunggal, rumah di daerah Kuningan sono, jago nyanyi, dari TK udah juara kelas, sejauh ini belum ada catatan kriminal. kalau elo masih nggak percaya, boleh kok KTP gue sebagai jaminannya,"
Gadis itu menelan ludah.

"Nih," Gadis berseragam SMA Dinamika itu mengulurkan hpnya. cowok pengendara motor itu menatap bengong hp itu. Bukan karena apa-apa tapi si gadis baru saja mengeluarkan hp dari dalam tasnya yang basah. dan hp itu terbungkus kantong plastik hitam lengkap dengan karet gelang berwarna kuning.

"Maklum kan tadi mau ujan. makanya gue bungkus plastik biar nggak rusak," katanya mengerti tatapan kaget Rio.
"Ohya, nama gue Seby,"

Dengan riang Rio mengambil hp milik Seby dan menekan sebuah nomer. Seby memeperhatikan Rio yang sedang menelpon.

"Bar, dimana sih tempatnya? ini gue kesasar! gue ada di daerah eng..." Rio menoleh kearah Seby meminta informasi daerah mana ini.
Seby mengangkat alis tak mengerti kenapa Rio ngeliatin dia. Rio frustasi, ternyata cewek SMA disampingnya ini lemot abis.
"Pokoknya di daerah Sudirman agak kesono dikit. nyenggol Tosari lah. ngelewatin tiga jembatan. nah, mana tuh? gimana? gue kudu kemana nih? mana disini ujan. design-nya udah gue bawa. kayaknya kena ujan dikit deh,"

Seby menebarkan pandangan ke sekeliling bangunan. Baru ia sadari kalau bangunan ini lumayan serem. untung pintunya tertutup, ia hanya melongo melalui jendela. mana kaca jendelanya udah pecah. di dalam bangunan yang lebih mirip kantpr Kelurahan itu, kosong melompong. tak ada kursi maupun meja, lantainyapun kotor banget. udah nggak jelas warna lantainya apa tuh.

"Nih, thank you ya!" tau-tau Rio udah menyerahkan hpnya.
"Dua puluh detik lebih nih kayaknya," gumam Seby melihat LCD hpnya. Rio mendelik.
"Ya mapun! elo daritadi tuh bengong ngitungin? wow! otak lo jalan juga ye?"
Seby mengerutkan keningnya dalam.
"Maksudnya?"
Rio nyengir lebar. ia memperhatikan Seby. Seby bergidik takut dengan pelan-pelan mengangkat tasnya menutupi dada. Bukan apa-apa, tapi kan saat ini kondisi Seby sedang berdiri dengan seragam basah kuyup tanpa jaket pula. udah gitu, dia cuma sendirian dengan kertas-kertas tugas di tangannya.

"Elo anak SMA favorit ya? kok bisa? em..." Rio mengetukkan jarinya di dagu. Seby membelalakan matanya. Tapi Seby berpura-pura cuek, ia tak menggubris cowok di sebelahnya.

"Hujan kok nggak berhenti-berhenti sih," kata Seby dalam hati sambil memperhatikan hujan dihadapannya.

"Rumah lo mana?" tanya Rio membuka obrolan. Seby melirik sekilas.
"Ada kok disana. Lagi nggak gue bawa nih," jawbnya cuek.
Rio terkikik. Seby melihat-lihat sekitar, berusaha tidak mempedulikan Rio.

"Ntar deh kalau ujannya udah berhenti, gue ganti pulsa elo" kata Rio lagi. kali ini Seby diam tak menjawab.
"Tapi elo tau nggak yang jualan pulsa disini mana? atau elo punya jas ujan? gue beliin sekarang deh kalau ada jas ujan,"
Seby menoleh cepat menatap Rio dengan kerutan kening.
"Yehh...dia balik lagi ke pertanyaan awal yang bikin gue bingung" batin Seby. Rio tertawa renyah melihat reaksi Seby.

"Elo sih jutek banget. Elo tuh masih muda, masih SMA, jangan jutek-jutek. Tadi aja gue kira elo udah emak-emak(Seby melotot syok). Tapi pas liat seragam elo, masih SMA toh"

Seby geleng-geleng kepala.
"Apa gue nekat aja lari buat pulang daripada disini sama cowok edan? cerewet pula! mana nyangka gue emak-emak. tapi tugas gue gimana?" batin Seby bingung.

Apa yang terjadi selanjutnya? Apa Seby nekat dan membuat tugasnya berantakan atau tetap stay dan mendengarkan celotehan Rio?
Masih ada BEAUTIFUL PART 3 kok, tenang aja...

Read more...

BEAUTIFUL

SIANG itu terasa sangat dingin. langit hitam gelap dan mengeluarkan suara bergemuruh. percikan cahaya singkat terlihat beberapa kali di langit. awan gelap bergelung memayungi kota Jakarta. Melihat keadaan yang seperti itu, seluruh penghuni SMA Dinamika pengen cepet-cepet pulang. Tak luput dengan seorang gadis berkucir kuda itu. Dengan kakinya yang jenjang, ia melangkah panjang-panjang menyebrangi lapangan basket yang luas. Lapangan basket yang luas yang biasanya selalu ramai dengan anak-anak cowok main basket, sekarang sepi. Tak ada satu cuilpun anak cowok atau anak cewek yang main basket disana. Mereka semua pada meluncur pulang mengingat cuaca buruk.

Gadis itu mengangkat sedikit tas slempangannya. "Aduh, mana tas berat banget! jadi susah deh jalannya," gerutunya menyebrangi gerbang sekolah. Sebuah mobil mewah melintas di sampingnya, begitu juga beberapa motor. Mereka semua adalah teman sekolahnya. Dengan sangat jelas, gadis itu mengenalinya. tapi tak satupun dari mereka menyapa sang gadis.
"Kalau mau ujan gini, pasti orang-orang pada ngawur deh jalannya. wah, siap-siap macet nih di jalan," gumamnya lagi melihat teman-temannya pada sembrono membawa mobil.

Baru sebentar ia berdiri di pinggir jalan, dekat halte bus, sebuah angkot sudah menepi. dengan cekatan, ia naik. jam segini angkot emang penuh dengan anak sekolah. Gadis itu mengenali beberapa seragam sekolah yang di apkai oleh penumpang angkot. Dari banyaknya penumpang, tak hanya dirinya saja yang memakai seragam SMA Dinamika. ada tiga orang perempuan yang gadis itu kenal sebagai kakak kelasnya. Gadis itu melirik sekilas dan melemparkan senyuman tipis. tapi ketiga kakak kelas itu pura-pura tak melihat dan lanjut mengobrol.
Gadis itu membuka tasnya. di lihatnya beberapa lembar kertas di dalam tasnya. "Ehm...semua tugas ada di tas nih. Kalau nanti ujan, bisa habis nih tugas," batinnya memandang kertas-kertas itu prihatin.

"Kiri, Bang!" seru si gadis pelan saat angkot melewati lampu merah. Sang angkot berhenti tepat di perempatan besar. Sebelum turun, gadis itu tersenyum sekilas pada ketiga kakak kelasnya meski kakak-kakak kelasnya pura-pura nggak liat.

"Makasih ya, Bang!" katanya setelah membayar ongkos.

Dengan langkah tergesah, ia menyebrangi perempatan besar itu. Hampir saja ia terlambar. Pas banget ia sudah menyebrang dan sampai trotoar, lampu berubah menjadi hijau dan banyak kendaraan melaju.
Ia masih harus berjalan jauh untuk sampai rumahnya. di sepanjang trotoar, ia berdoa semoga hujan tidak turun sebelum ia sampai di rumah. Tapi baru saja ia mendongak kelangit, hujan rintik mulai turun.

"Hujan! Gawatt!!!!" iapun makin mempercepat langkahnya.

Sial
sepertinay dirinya hari ini, karena baru me;ewati beberapa meter, hujan sudah berubah deras. Geledek menyambar kencang. ia pun mendekap tasnya erat-erat. Dalam pikirannya berputar-putar kertas tugas yang berlembar-lembar itu. Ia ingin sekali berteduh tapi di sepanjang jalan tidak ada pohon maupun bangunan yang bisa di pakai untuk berteduh. hanya ada trotoar saja. Dengan berlari kencang, ia berlari menyusuri trotoar. Ternyata ia tak sendirian, ada beberapa orang juga yang senasib dengan dirinya.

"Pake lupa bawa payung segala!"

Ia berbelok, meninggalkan jalan raya yang bertrotoar itu. Setelah berbelok, ia masih bisa di selamatkan oleh bangunan tua yang berdiri kokoh disana. Meski bangunan itu kosong, cat sudah berkelupas di sana sini, dan gentengnya juga udah ada yang pecah, tapi pagar bangunan itu udah bobrok dan rumputnya tidak terlalu tinggi. Ini karena ada beberapa warga yang membawa kambingnya untuk memakan rumput-rumput itu. Agak kaget juga di kota gede ini masih ada kambing. tapi emang bener ada kok.

Berbeda dengan tadi, kali ini tak ada orang yang menemaninya. Dimana orang-orang yang senasib dengannya tadi? yang lari-larian menyusuri trotoar?

Hal pertama yang ia lihat setelah ia mendapat tempat berteduh adalah isi tasnya. Apa kertas-kertas tugasnya sedang dalam keadaan aman?

"Yah...udah gue duga pasti gag bakal selamat. kudu ngerjain lagi nih"

Sebuah
motor cowok tiba-tiba menepi. Sang pengendara yang mengenakan jaket kulit coklat dan sarung tangan hitam itu mematikan motornya dan ikutan berteduh di samping sang gadis. Gadis itu tidak bisa melihat wajah sang pengendara lantaran helm full facenya yang masih di pakai.

Tapi setelah pengendara itu membuka helmnya, ia bisa melihat wajah pengendara itu yang ternyata cakep. Gadis itu tersenyum, pengendara itu membalas senyum.

Diam-diam gadis itu memoerhatikan sang pengendara. Jaketnya sudah basah kuyup, begitu juga rambutnya. Pengendara itu melepas sarung tangannya dan memerasnya. Gadis itu membulatkan mulutnya.

"Dari Sudirman kehujanan nih," katanya tanpa di tanya. Gadis itu tersenyum menjawabnya.

"Ohya, disini ada yang jualan pulsa nggak ya? atau Mbak jualan pulsa?"
Gadis itu mengerutkan kening bingung.

Loh ada apa ini? kenapa tiba-tiba si pengendara motor itu menanyakan pulsa? lalu bagaimana kelanjutan nasib tugas-tugasnya? sebenernya siapa sih si gadis itu? kenapa ketiga kakak kelas di angkot itu cuek aja sama si gadis?
Mau tau kelanjutannya? tunggu aja Part kedua nya. . .

Read more...

Wednesday, March 17, 2010

You Belong with me

Entahlah ini cuma lebai belaka atau emang perasaan gue aja.
tapi yang jelas, dari banyak sekian lagu di dunia ini [halah], cuma lagu ini yang pas banget buat gue.
emang sih banyak lagu yang juga cocok buat gue. tapi itu cuma sekedar kata2.
misalnya gini, gue gy fall down, terus ada lirik lagu yang cocok dengan keadaan gue itu. dan saat gue jatuh cinta, ada lirik juga yang cocok ngegambarin keadaan gue itu.
tapi ya cuma itu tadi, cuma cocok ngegambarin keadaan gue.
beda banget sama lagu ini. Ini lagu tuh bener2 yang gue alamin. dari setiap lirik di lagu ini, semuanya udah gue alamin. kejadian banget secara detail di diri gue. wow...kok bisa ya? waktu gue denger lagunya juga kaget.
begini liriknya...

YOU BELONG WITH ME

You're on the phone with your girlfriend, she's upset
she's going off about something that you said
cause she doesn't get your humor like I do

I'm in my room, it's typical Tuesday night
I'm listening to the kind of music she doesn't like
ans she'll never know your story like I do

CHORUS: but she wears short skirt, I wear T=Shirt
(She wear Highheels, I wear Sneakers)
She's cheer captain and I'm on the bleachers
Dreaming bout the day when you wake up
And find what you're looking for has been here the whole time

REFF: If you could see that I'm the one who understands you
been here all along so why can't you see
you belong with me, you belong with me

Standing by and waiting at your back door
all this time how could you not know baby,
you belong with me, you belong with me, you belong with me

Walkin'the street with you and your worn-out jeans
I can't help thingking this is how it ought to be
laughing on a park bench, thingking to my self
Hey isn't this easy

and you've got a smile that could light up this whole town
I haven't seen it in a while since she brought u down
you say you're fine, I know you're better than that
hey whatcha doing with a girl like that (CHORUS)

Oh, I remember you drivin'to my house in the middle of the night
I'm the one who makes you laugh, when you know you're bout to cry
and I know you're favorite songs and you tell me bout your dreams
think i know where you belong, think i know it's with me (REFF)

have you ever thought just maybe
you belong with me, you belong with me


well, gue punya sobat. kita deket, pastilah namanya juga sobat.
dan sobat gue punya cewek. just like this song.
baca, pahami dan resapi. seperti inilah yang terjadi di diri gue.
pas sobat gue gy marahan sama ceweknya di telpon, dia haha hihi sama gue. kita menggila bareng. bahkan dia rela malam-malam ke rumah gue cuma karena dia nyaman ama gue. seharusnya kan dia bisa pacaran sama gue karena dia nyamannya ama gue.
tapi meski begitu, gue sadar. gue itu bukan kayak ceweknya yang suka make rok kemana-mana, suka make high heels, gue ini tiap hari pake sneakers mulu.
udah gitu sneakers buluk. kagak di cuci sejak di beli
pake T-shirt udah jadi ciri khas gue.
gue pun selalu nyanyi2 lagu yang nggak di sukain ceweknya, jangankan ceweknya, sobat gue aja kadang suka nganggap gue aneh dan ngikik pas liat gue dengerin musik kesukaan gue dan joget-joget riang.
FYI, ceweknya nggak terlalu suka ama gue. entahlah kenapa! udah gitu, seperti di lagu ini, ceweknya pernah nyelingkuhin sobat gue. Gosh! bagaimana bisa cowok secakep sobat gue, sebaik sobat gue, sekocak sobat gue, bisa di selingkuhin. dia kurang apa? sobat gue itu ampe ngesot2 nurutin maunya ceweknya. hupf...

gimana? menurut kalian, apa gue bisa ama ini cowok?
harusnya gue senang karena menjadi orang yang bisa menghibur dia, bisa buat dia ketawa, tempat dia share tentang mimpi2nya tapi kenapa ya begitu gue liat v-clip nya, kok gue malah sedih?
itu karena, kisah gue nggak berakhir kayak di clip ini.
kita emang sudah melalui ending dari clip ini. persis banget cara kita mengungkap perasaannya (biar ngerti, liat v-clipnya), tapi kisah kita nggak berakhir disitu doang. masih ada kelanjutannya. dan kelanjutannya itu nggak banget.
setelah kita melalui ending di v-clip ini, kita memutuskan untuk merobek kertas itu dan berjalan layaknya dua sahabat yang tak terpisahkan.
maaf banget ya...

Read more...

Followers

About This Blog

  © Free Blogger Templates Blogger Theme II by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP