BEAUTIFUL PART 6
Seby mengulum bibirnya "Emmm..."
"Menurut lo kenapa?" Seby balik nanya. Rio menopang dagu.
"Mungkin emang elo cantik jelita gitu kali. tapi gag juga ah"
Seby mengetuk helm Rio. "Gue emang nggak jelita tapi gue cantik, nggak kalah cantik tuh sama Sheila"
"Sapa tuh Sheila?"
"Dasar dodol! waktu itu kan udah gue kasih tau. dia itu temen sekelas gue yang cantik banget, yang beruntung banget bisa deket sama Rama"
Rio ber-oh ria tanpa minat.
"Elo kalau ketemu dia, pasti suka deh. yakin! semua cowok tuh jatuh cinta sama dia"
Rio tak menanggapi. ia menarik gasnya karena lampu sudah menyala hijau.
Keduanya kembali diam, Rio berkonstrasi menyetir, Seby sibuk membayangkan dirinya ada di posisi Sheila. siapa sih yang nggak mau jadi Sheila? udah tajir, cantik pula. belum pernah Seby melihat Sheila di tolak cowok. ada juga dia dikejar-kejar cowok.
"Jadi cantik itu enak ya!"
Rio yang lagi konsentrasi jadi bingung dengan celetukan Seby."Maksud lo?"
"Jadi cantik itu pasti enak. semua orang pada suka, mau minta apa-apa pasti semua orang pada mau bantuin, bisa deket sama Rama"
Rio terkekeh geli. "Orang-orang kayak gitu tuh nggak penting. Selalu ngelakuin hal yang nggak penting, cuma buang waktu. dandanlah, belanjalah, ngegosiplah"
Seby manggut-manggut, emang sejauh yang ia tau, kakak kelasnya yang populer dan juga Sheila, selalu mengobrol asik bersama teman-temannya. dan rata-rata yang di obrolin itu tentang cowok kelas sebelah yang baru aja putus atau tentang cowok kuliahan yang mereka temui di cafe ternyata membalas senyum mereka.
"Udah deh elo nggak usah mikir yang macem-macem. belajar aja yang bener"
Seby berdecak sebal.
"Lama-lama elo tuh udah kayak bokap gue tau. nasehat muluuu..."
"Loh, emang bener kan nasihat gue. anak sekolah tuh ya kerjaannya sekolah"
"Ah, emang dasar elo tuwir, makanya omongannya kayak orang tua"
Rio berbelok setelah melewati jembatan. sekilas Seby melihat ada seseorang di bawah jembatan situ sedang menyodok-nyodok sampah memakai bambu galah panjang.
"Buset, itu orang ngapain? udah kurus masih aja bawa bambu gede. ampe nggak bisa di bedain mana bambu mana orang" komentar Seby.
"Hah?"
"Nggak...itu tuh tadi ada orang di bawah jembatan sono"
"Orangnya manis kagak?"
Seby mengerutkan kening. "Mana gue tau! napa? naksir lo?"
"Ya kagak! kalau manis, ati-ati yang elo liat itu bukan orang tapi si manis jembatan ancol hahaha"
Seby tersenyum kecut. "GARINKKK!!!!!" Rio terpingkal, untung aja nggak nabrak pejalan kaki yang lagi nyebrang.
"Jadi pengen ke ancol deh" celetuk Seby.
"Ngapain? keremu si manis?"
Seby mengetuk helm Rio sekali lagi. "Bukan dodol! pengen main aja. ke dufan aja, yuk! besok weekend. elo ada acara nggak?"
Rio mengerutkan alis tuk berfikir sejenak. "Eng...kayaknya ada deh"
"Yah payah lo! sok sibuk"
Rio masih mengerutkan alis, masih berfikir "Eng...gimana kalau besok aja pulang sekolah? lagian kalau weekend, dufan pasti penuh"
Senyum Seby mengembang seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan watt.
"Rio, elo emang pinterrr!!!!! mau bangetlah gue"
***
Mungkin emang udah di takdirkan bagi Seby dan Rio untuk ke dufan siang ini. Cuaca mendukung banget. mengingat cuaca sekarang-sekarang ini yang kadang pagi ujan, siang terang dan sore hujan lagi, mereka sih cuma bisa berharap eh ternyata malah nggak hujan. udah gitu Dufan nggak terlalu ramai. biasanya kan banyak anak-anak kecil,sekarang cuma ada beberapa anak kecil dan antrian nggak terlalu panjang.
biasanya pada weekend, mau naik pontang panting aja kudu ngantri berjam-jam.jangankan naik pontang-panting, untuk masuk ke dufan aja kudu nunggu luama dulu.
"Bener kata lo. enakan aps hari biasa, sepiii!!!" Seby merentangkan tangannya bebas.
"Rio gitu loh. mau naik apa dulu nih?"
Seby memandang berkeliling "Pokoknya bianglala ntar sore aja ya, biar bisa liat sunset. eng...halilintar yuk"
"Nggak mau pemanasan dulu? mau langsung yang ekstrim nih?"
Seby tertawa sumringah."eng, ekstrem lock dulu deh. yang deketan" Seby langsung menarik Rio uuntuk masuk ke baris antrian.
Nggak perlu menunggu lama, mereka udah ada di deretan depan dan siap duduk di kursi.
layar besar di depannya mulai menyala saat mereka memakai sabuk pengaman.
Sebuah cerita sebatang kayu, mengocok mereka semua. Seby berteriak-teriak bersama pengunjung lain saat kursi mereka bergerak-gerak mengikuti gerakan sang kayu. Sebatang kayu itu terjun dari air terjun yang tinngi, tempat duduk merekapun menungkik ke bawah. Seby memejamkan mata takut melihat tingginya air terjun. belum lagi saat kayu itu siap di potong, mereka jadi bergetar-getar kaya di gergaji.
Keberadaan mereka di studio ekstrim lock ternyata nggak kerasa. kayaknya cuma sebentar doang, tau-tau udah selesai aja. Seby dan Riopun melanjutkan perjalanan mereka.
"Alap-alap, yuk!" seru Seby lagi-lagi langsung narik Rio.
Nggak usah di ceritain gimana serunya mereka naik wahana ular itu. miring ke kanan, miring ke kiri, teriak-teriak ampe suara Seby serak. Rio udah nggak tau lagi abis ini Seby bakalan narik kemana. ternyata narik ke kora-kora.
"Seby, beneran lo berani naik ini?" Rio menatap ngeri. Seby mengangguk semangat empat lima.
"Kenapa? elo takut?? payah lo! ini tuh belum seberapa sama tornado"
"Elo mau naik tornado juga?" wajah Rio syok berat membayangkan wahana tornado yang kayak sate guling, di bolak balik begitu.
lagi-lagi Seby mengangguk dengan wajah sumringah.
"Tuh kora-kora nggak ngantri banyak. tumben banget" Seby jinjit-jinjit tuk melihat barisan depan.
Seorang cowok yang sepertinya Seby kenal, berdiri tak jauh di depan sana. Seby membatu dengan pipi merona.
"Rio, ada Rama. itu Rama!" Seby menarik-narik jaket Rio ampe Rio miring-miring.
"Itu ada Rama..My God!!! ngapain dia disini??" dengan excited, Seby memukul-mukul lengan Rio.
"Aduh, sakit tau! mana sih? mana?" Rio ikutan melongokan kepalanya mencari yang dimaksud Seby.
"Itu yang pake kaos ijo" bisik Seby dengan mata tak lepas dari Rama. Rio melihat seorang cowok memakai kaos ijo dan celana pendek. dari samping aja itu cowok udah keren, apalagi dari depan. pantes Seby naksir berat. Rama ternyata tak seorang diri, melainkan bersama tiga teman cowoknya. mereka asik bercanda ria haha hihi.
"Gih sono samperin, ngobrol kek. kan satu sekolah" usul Rio.
"Hah? elo udah gila apa? mana gue berani"
Rio berdecak,"Nggak gentle lo! katanya naksir. buktiin dong"
Mereka berdua berjalan pelan maju kedepan karena penumpang yang tadi udah naik Kora-kora, berangsung turun. digantikan oleh barisan depan yang siap naik.
"Menurut lo dia gimana?" tanya Seby dengan mata berbinar.
"Cakep kok. boleh juga selera lo tapi masa elo nggak mau nyapa" Rio melongokan kepalanya lagi menatap Rama tapi yang dia dapeti bukan sosok Rama yang lagi haha hihi tapi Rama dan teman-temannya, dan beberapa orang didepan sana sedang mengerubuti perahu besar kora-kora di sisi kiri.
"Eh, ada apa tuh? kenapa orang-orang pada ngerubut disana? kok nggak naik-naik sih? bikin kita nunggu lama aja. WOII....CEPETAN DONGGG!!! MAJUU, NGANTRI NIHHH" seru Rio meneriaki bagian depan.
Seby ikutan melongo karena penasaran.
"BENTAR DONG SABAR!! INI ADA YANG PINGSAN" seru sebuah suara di depan.
"Hah? pingsan?" Seby menaikkan sebelah alisnya. Baik Seby maupun Rio dan orang-orang di belakang mereka, pada jinjit-jinjit ingin melihat.
Ternyata itu seorang cewek yang mabok abis naik kora-kora. ada muntahan di sekitarnya, cewek itu jadi kayak orang teler. udah muntah, lemes pula. nggak bisa menggerakkan badannya. dan anehnya, orang-orang disekitar sana cuma ngeliatin doang. hanya ada dua orang temannya dan seorang petugas kora-kora yang membantu.
"Heh, bantuin dong! kasian tuh" gumam Seby.
Hanya bermodal nekat, Seby permisi-permisi, menyelinap maju kedepan. Rio kaget karena tiba-tiba Seby nyosor kedepan menembus barisan orang-orang di depannya.
"Seby, mau kemana lo?"
Seby tak menghiraukan. ia terus melangkah kedepan. Rio berusaha menyusul cewek yang masih pakai seragam SMA Dinamika itu. Bahkan Seby cuek aja pas ngelewatin Rama, Rio ampe heran. perhatian Seby terpusat ke cewek yang setengah pingsan itu.
"Woi, tolongin dong! jangan di liatin aja. kalian pada mau main kan. makanya tolongin biar cepet" kata Seby sembari menelisap.
Pas sampai sana, Seby langsung mengeluarkan tissu yang biasa ia bawa dari dalam tasnya. dengan tissue itu, ia mengelap badan si cewek yang kena muntahan.
"Mas, tolong angkat dong. kasian nih nggak bisa jalan" Seby memerintahkan si petugas kora-kora. awalnya mas-mas itu agak jijik dengan aroma si cewek, tapi dia mau juga ngangkat pas di desak Seby.
"Mbak, temennya tuh bantuin. ini tasnya" Seby mengangsurkan tas si korban yang ketinggalan pada salah satu temannya.
seorang petugas datang satu lagi membawa ember berisi air. muntahan yang bersisah di bangku kora-kora, segera di siram ama si petugas lalu di lap.
"HUUUU....MAKANYA KALAU NGGAK BISA NAIK KORA-KORA, JANGAN NAIK! KAMPUNGAN!!!" sorak penumpang yang lain saat si korban di bawa menembus kerumunan. Seby menatap kasian.
Begitu kora-kora bersih, baru deh penumpang yang lain pada berebutan naik. ampe Seby yang berdiri di dekat pintu masuk kedorong-dorong. Badan Seby bergerk-gerak bebas dari satu sisi ke sisi lain. Seby menggapai-gapai tangannya tuk mencari pegangan tapi yang ada malah mukanya ke pukul tangan orang, kakinya keinjek dan badannya nabrak tiang di belakangnya.
"Awww...." keluhnya tertahan. dengan sigap, walah agak terlambat, Rio menarik Seby menjauh dari pintu masuk.
"Udah yuk ah nggak usah naik ini. pada rese orangnya" kata Rio menarik Seby mundur tuk keluar dari barisan.
"Udah nggak mau nolongin, ngomel-ngomel doang, begitu udah bersih aja, pada berebut naik. wuu...mau enaknya doang!" keluh Rio saat mereka menjauh dari arena kora-kora.
"Kasian juga tuh cewek yang tadi. ampe lemes gitu" Seby mencium tangannya. bau muntahan!
"Rio, ke WC dulu yuk! tangan gue bau nih"
Rio pun setuju.
***
Rio terima pasrah aja pas Seby menarik tangannya kearah wahana Tornado. baru aja keluar toilet, tau-tau Seby udah semangat empat lima ngegiring dia melewati orang-orang tuk ikutan ngantri di Tornado.
"Seb, ganti yang lain aja deh. niagara aja deh. kan seru juga tuh, bisa terjun dari air terjun gitu. nggak papalah basah-basah dikit daripad-"
"Rio, gue maunya yang ini. ayo dong! seru kok, nggak apa-apa" Seby bersih keras menyeret Rio masuk dalam barisan. mau nggak mau, Rio ngalah juga. dia tengak tengok ke depan. antrian masih agak jauh sih, di belakangnya juga udah ada orang yang ngantri. sepasang kekasih sepertinya. abis mesra banget.
"Mampus deh! abis ini otak gue di kocok-kocok" batin Rio menggigit bibir.
"Seb, gue belum pakai asuransi nih"
"Nggak perlu asuransi, elo cuma butuh suara lo doang. ntar teriak kenceng ya! biar seru. duh, gue udah nggak sabar" Seby menjulurkan lehernya melihat seberapa panjang barisan.
Wajah Rio makin pucet. emang dasar dia lagi sial, antriannya tuh nggak panjang. cuma tinggal beberapa barisan lagi. Rio mendongakkan kepalanya, melihat para penumpang yang sedang di "siksa" di wahana Tornado. muter-muter, di bolak balik, kepala dibawh, kaki diatas. rambut mereka pada kebawah semua, taip herannya, mereka kok malah teriak kegirangan gitu. beberapa orang di depan Rio, yang juga lagi ngantri, malah ketawa-tawa, dan loncat-loncat nggak sabaran kayak Seby. dasar pada edan semua! di banting-banting gitu kok malah pada girang.
Pas banget Rio mendongakkan kepala, ia melihat langit berubah menjadi gelap. Daritadi emang udah agak mendung, tapi baru kali ini Rio liat langit udah gelap gitu. dan yang bikin Rio sumringah, gerimis mulai turun.
"Seb, hujan, Seb!" para kodok di kali, kini ada temannya yang ikut bersorak kegirangan.
Seby mendongak dengan wajah cemberut. "Yah...jangan ujan dulu dong, please!"
Rio menengadahkan telapak tangannya. gerimis emang masih kecil, tapi dia yakin sebentar lagi pasti jadi gerimis gede-gede dan hujan deras. Yes!
"Jadi gimana nih? udah mau ujan, yuk udah aja" Rio membujuk. Seby mendongak, menatap langit dengan harapan gerimis cepat berhenti. tidak hanya Seby saja yang khawatir akan turun hujan, tapi juga para penumpang lain yang lagi ngantri.
"Duh ujan lagi! gimana dong? udah ngantri gini" celetuk seseorang.
"Pake acara hujan segala. tadi perasaan cuaca oke-oke aja" kata sebuah suara lagi. Diam-diam Rio tersenyum senang.
"Rio, gimana dong? kita udang nanggung nih. bentar lagi giliran kita yang naik"
pas banget Seby bilang begitu, hujan mulai turun. Seby dan semua penumpang yang antri pada kelabakan.
"Ujan! ayo neduh" Rio dengan sepihak menarik Seby.
Benar saja. karena hujan, permainan tornado di hentikan. Seorang petugas sudah memberikan penguman kalau tornado di pending sampai hujan selesai. Rio agak lega juga sih, setidaknya nggak main tornado sekarang.
sembari menunggu hujan, Seby dan Rio berteduh disalah satu restoran fast food di dalam dufan. untung ada itu restoran tapi ada nggak untugnnya juga, karena itu restoran jadi penuh. para pengunjung berteduh disana semua.
Seby dan Rio makan camilan sambil melihat keluar. hujan emang nggak terlalu deras kayak waktu itu. Nggak ada geluduk dan angin kencang. cuma hujan normal.
"Seb, nekat aja yuk! bete nih gue disini. main niagara yuk" Rio mengaduk-ngaduk minumannya. Seby melirik keluar sekali lagi.
"Iya yuk. gue juga bete" Seby bangkit berdiri. mereka berduapun menembus hujan dalam jaket Rio menuju wahana Niagara.
"Jangan lari kenceng-kenceng dong. gue kehujanan nih" Seby menarik lengan Rio agar jaketnya tetap berada di atas kepalanya. Rio memperlambar langkahnya dan berusaha menjaga jaketnya tetap memayungi keduanya.
"Awas kepleset. licin tau!" Rio mendorong pundak Seby menggunakan sikunya agar tidak menginjak lumut di sisi kanan. Seby berhasil menghindar dari lumut itu, keduanya terus melanjutnya berjalan menembus hujan.
ternyata nggak cuma mereka berdua doang yang nekat, ada banyak orang yang juga nekat menembus hujan untuk menikmati arena permainan di dufan.
Begitu sampai Niagara, mereka langsung naik perahu kayu berisikan enam penumpang itu. beruntung banget mereka karena bisa langsung naik tanpa mengantri. mereka naik bersama empat orang lainnya. Meski keduanya nggak kenal sama keempat orang itu, tapi mereka kompakan teriak pas perahu mereka terjun bebas ke bawah.
"HUUUAAAAAAAA......."
BYUUURRR!!!!!
rambut, baju, muika, sepatu, ampe pakaian dalam mereka basah semua gara-gara kecipratan air yang muncrat.
Naik Niagara sekali doang rasanya nggak puas. tapi mau gimana lagi, kalau mau naik dua kali ya kudu antri lagi. mereka memutuskan memainkan wahana lain berhubung hari sudah semakin sore.
Hujan masih saja turun, tapi mereka tak lagi memakai jaket Rio sebagai payung.
"Udahlah nggak usah pakai jaket lagi, udah basah ini. nanggung! biar basah semua" begitulah alasan Seby.
Setelah Niagara, mereka menuju arung jeram yang bisa sekalian basah.
Nggak jauh beda dengan Niagara, mereka teriak-teriak juga. nggak peduli badan pada basah kuyup. sepatu udah nggak berbentuk, rambut Seby basah kayak orang abis keramas.
Sayangnya, abis basah-basahan tiba-tiba pas menjelang maghrib, hujan berhenti berganti dengan angin semilir. lengkaplah sudah rasa dingin hari ini.
"Buruan balik aja yuk. udah sore banget" ajak Rio. Seby mengibaskan bajunya yang basah.
"Tapi kan belum naik bianglala"
"Kapan-kapan aja deh. besok-besok kan bisa. sapa tau besok elo naik sama Rama"
Seby senyum-senyum sendiri membayangkannya.
"Bener juga lo. bentar, gue mau ganti baju dulu" Seby membuka tasnya dan mengambil sebuah kaos. Riopun juga ganti baju dengan kaos lengan panjang yang berbeda dengan kaos coklat yang tadi di pakainya.
Seby berdecak kecil melihat penampilan Rio.
"Kok elo cakep sih pas pakai baju ini" katanya heran, Rio senyum-senyum bangga membuat Seby menarik kembali ucapannya.
***
Seby merenung dalam kamarnya. Baru saja ia pulang kerumah, udah di ceramahin nyokapnya. apalagi kalau bukan karena dia pulang telat. tugas yang nyapu, nyiram tanaman dan yang di suruh-suruh ke warung udah nggak ada lagi. Ozan juga marah-marah karena dia menjadi sasaran atas semua tugas Seby. Tapi Seby merenung bukan karena itu. Bagi dia mah di ceramahin udah kebal. Masih untung ini nggak di tambahin ceramahan ayahnya. kalau di tambah ayahnya, komplit sudah ia dapat ceramah seharian full. untung ayahnya kerja di luar kota.
Bayang-bayang Rama di dufan tadi masih saja melekat di pikiran Seby. betapa gantengnya cowok itu. itulah yang membuat Seby merenung malam ini.
"Gue ini bego banget sih. kenapa gue nggak berani nyapa Rama? udah tau gue orangnya cemen, masih aja naksir dia" Seby mengetuk-ngetuk kepalanya.
Seby rebahan sambil mengibaskan rambutnya yang basah, berharap segera kering.
"Eng...gue harus gimana ya? sebenernya gue bukannya nggak berani tapi gue nggak pede"
Seby bangkit berdiri dan berkaca. "Gila, penampilan gue kampung banget. beda sama Sheila! nggak ada rambut ikal, yang ada rambut kusut yang udah kena tolak angin, balsem, keringet sama debu. nggak ada kulit mulus, nggak ada kuku terawat yang ada kuku yang abis digigit-gigit ampe kelihatan dagingnya gini. pantes Rama nggak ngelirik gue"
Kembali Seby merebahkan tubuhnya diatas kasur. dia menatap langit-langit dengan pikiran menerawang jauh.
lama...semenit dua menit...panggilan Ozan untuk makan malam nggak di hiraukannya. lima menit...hpnya bunyi juga nggak di gubris.
setengah jam...suara cecak mengisi keheningan kamarnya. Seby tetap membatu menatap langit-langit dengan beribu pikiran.
"Yap! ini udah pasti, gue harus berubah" katanya setelah terdiam lama itu.
bersambung....
gimana dengan rencana Seby? apa yang dimaksud dengan berubah?
0 comments:
Post a Comment